MERAUKE, Desapenari.id – Di balik kepulan uap hangat dan aroma gurih kelapa parut serta sagu, tersimpan kisah inspiratif tentang seorang pria sederhana yang menghidupkan kembali warisan kuliner leluhur. Jony Liusyadi (52), yang akrab disapa Koko Jony, bukan sekadar penjual makanan biasa. Dengan tekun, ia menjaga tradisi, berinovasi di dunia kuliner, sekaligus menjadi pahlawan rasa yang membawa cita rasa Tanah Marind Papua Selatan ke panggung yang lebih luas.
Dari Makanan Adat Menjadi Oleh-Oleh Kebanggaan
Awalnya, masyarakat suku Marind – suku terbesar di Kabupaten Merauke – hanya menyajikan sagu sep dalam upacara adat atau konsumsi keluarga. Namun, Koko Jony dan istrinya Stefani mengubah segalanya. Dengan ketekunan dan kecintaan mereka pada kuliner tradisional, pasangan ini berhasil mengangkat status makanan berbahan dasar tepung sagu dan kelapa muda ini. Kini, sagu sep tak lagi sekadar hidangan tradisional, melainkan telah menjelma menjadi oleh-oleh kebanggaan Merauke yang bahkan berhasil menembus pasar mancanegara.
Dengan penuh semangat, Koko Jony dan Stefani terus mempromosikan keunikan sagu sep kepada siapa pun. Bahkan, beberapa kali mereka menerima pesanan dari luar negeri, membuktikan bahwa kuliner tradisional Papua pun mampu bersaing di kancah global.
Inilah bukti nyata bagaimana dedikasi dan inovasi bisa mengangkat warisan kuliner lokal ke tingkat yang lebih tinggi.
Memulai Perjalanan dari Dapur Keluarga
Perjalanan Koko Jony bersama sagu sep berawal dari dapur rumahnya. Ia mewarisi resep turun-temurun dari sang ibu yang berdarah China-Marind. “Sagu sep itu makanan pokok di rumah kami. Dulu, mama yang mengajarkan semua, mulai dari memilih bahan sampai teknik memasaknya,” kenang Koko Jony saat ditemui pada Minggu (2/6/2025).
Pada 2017, ia memberanikan diri memulai usaha secara rumahan dengan modal resep warisan sang ibu. Awalnya, ia masih menggunakan cara tradisional, yaitu membakar adonan sagu di atas bara tempurung kelapa. Namun, seiring waktu, demi efisiensi waktu dan biaya produksi, ia beralih ke oven.
Proses Pembuatan yang Penuh Filosofi
Dalam bahasa Marind, sep berarti makanan yang dimasak. Pertama-tama, para pembuat sagu sep memarut daging kelapa muda menggunakan habawil (kulit kerang tradisional). Setelah itu, mereka mencampurkan kelapa parut dengan tepung sagu hingga merata. Kemudian, adonan tersebut dibungkus rapi dengan daun pisang, menyimpan aroma khas yang siap dilepaskan saat dimasak.
Selanjutnya, proses pemasakan pun dimulai. Para peracik sagu sep menyusun batu panas di sekitar adonan, lalu menambahkan lapisan dedaunan serta kulit kayu pohon buus untuk memerangkap panas dan menjaga kelembapan. Tak hanya itu, metode tradisional ini memastikan sagu sep matang sempurna dengan tekstur lembut dan rasa gurih alami.
Dengan cara inilah, masyarakat Marind menjaga keaslian proses pembuatan sagu sep, sekaligus memperkuat identitas budaya mereka melalui setiap hidangan. Proses ini memakan waktu hingga satu jam, tetapi hasilnya begitu istimewa—teksturnya lembut dan rasanya gurih alami.
Inovasi Tanpa Hilangkan Ciri Khas Tradisi
Secara tradisional, sagu sep disajikan tanpa bumbu. Namun, Koko Jony berhasil membawa sentuhan baru tanpa menghilangkan esensinya. Ia menambahkan bumbu seperti bawang merah, bawang putih, jahe, lengkuas, dan serai, sehingga cita rasanya semakin kaya dan menggugah selera.
checkbind.comKini, sagu sep miliknya memiliki tiga varian utama: nggalamo (isi daging rusa/sapi), siu (isi pisang/buah), dan gelus (isi ikan/makanan laut). Varian-varian ini tidak hanya mempertahankan keaslian rasa, tetapi juga memperkaya pilihan bagi penikmat kuliner tradisional.
Dari Merauke untuk Dunia
Berkat ketekunan dan kecintaannya pada kuliner tradisional, Koko Jony berhasil membawa sagu sep keluar dari lingkup adat menuju pasar yang lebih luas.
Dengan semangatnya, Koko Jony menunjukkan bahwa kuliner tradisional bisa tetap relevan di zaman modern. Inilah bukti nyata kecintaannya pada warisan leluhur yang terus hidup dan berkembang.
Penutup: Menjaga Warisan, Menciptakan Masa Depan
Kisah Koko Jony mengajarkan bahwa melestarikan tradisi tidak harus kaku. Dengan inovasi dan semangat pantang menyerah, warisan leluhur bisa tetap relevan di era modern. Sagu sep kini bukan lagi sekadar makanan adat, melainkan simbol kebanggaan Merauke yang siap bersaing di kancah global.
Melalui tangan-tangan kreatif seperti Koko Jony, kuliner tradisional Indonesia terus menunjukkan kekayaan rasanya kepada dunia. Siapa sangka, dari dapur sederhana di Merauke, lahir sebuah kisah sukses yang menginspirasi banyak orang?
Semua orang harus baca omega89 sebelum main