Jakarta (Desapenari.id) – Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin meminta Kementerian Pertahanan (Kemenhan) untuk menempatkan dokter dari jajaran TNI di 14 rumah sakit yang akan dibangun di wilayah rawan konflik, termasuk Papua. Tujuannya jelas: memastikan seluruh tenaga medis di sana mampu melindungi diri jika terjadi serangan dari kelompok separatis.
Dokter TNI: Kemampuan Medis Plus Pertahanan
“Kalau tenaga medisnya dari Kemenhan atau TNI, mereka punya dasar pertahanan yang kuat. Jadi, sekalipun terjadi situasi darurat, mereka bisa menjaga diri,” tegas Budi usai bertemu dengan Menhan di Jakarta Pusat, Selasa (23/7). Selain keunggulan di bidang keamanan, ia juga memuji kualitas dokter-dokter militer yang dinilai mumpuni dalam melayani masyarakat.
MoU Kemenkes-Kemenhan untuk Pembangunan RS di Wilayah Rawan
Kemenkes dan Kemenhan sudah menandatangani nota kesepahaman (MoU) untuk kerja sama pembangunan 14 rumah sakit tersebut. Nantinya, Kemenhan tak hanya membantu konstruksi bangunan, tetapi juga menyiapkan sistem pengamanan dan mengirim tenaga medis. Namun, Budi menegaskan bahwa tidak semua staf rumah sakit akan berasal dari TNI.
“Kami mendengar aspirasi masyarakat, termasuk tokoh agama dan politik setempat, yang ingin melibatkan Orang Asli Papua (OAP).
Menhan Siapkan Dokter Lulusan FK Militer Unhan
Merespons permintaan Menkes, Menteri Pertahanan (Menhan) Sjafrie Sjamsoeddin menyatakan kesiapannya. Ia mengungkapkan bahwa pihaknya telah menyiapkan dokter-dokter berkualitas lulusan Fakultas Kedokteran Militer Universitas Pertahanan (Unhan).
“Setiap tahun, kami menghasilkan lulusan dokter militer yang siap bertugas di Palang Merah Indonesia (PMI). Nah, tenaga inilah yang akan kami kontribusikan untuk mendukung rumah sakit di daerah konflik,” kata Sjafrie.
Tak hanya itu, Sjafrie juga berencana mengerahkan Satuan Tugas (Satgas) Kesehatan yang sudah berpengalaman bertugas di Papua.
Kombinasi Tenaga Medis: Solusi untuk Papua dan Daerah Konflik Lain
Di satu sisi, kehadiran dokter militer menjamin keamanan dan kualitas layanan. Di sisi lain, melibatkan tenaga kesehatan asli Papua akan memperkuat penerimaan masyarakat.
baca juga: Piprim Bongkar Pola Mutasi Dokter di Kemenkes: Pemerataan Atau Balas Dendam?
Budi menambahkan, pembangunan rumah sakit di daerah konflik merupakan bagian dari program pemerataan layanan kesehatan. “Ini langkah konkret untuk memastikan semua warga, termasuk di daerah terpencil dan rawan, mendapat akses kesehatan yang layak,” ujarnya.
Dukungan Satgas Kesehatan TNI untuk Pengamanan
Satgas ini tidak hanya bertugas sebagai tenaga medis, tetapi juga membantu pengamanan area rumah sakit. “Mereka sudah terlatih menghadapi situasi darurat, jadi kami yakin bisa menciptakan lingkungan yang aman bagi pasien dan tim medis,” tambahnya.
Kedua menteri sepakat bahwa target pembangunan 14 rumah sakit harus tetap berjalan sesuai rencana. “Tahun depan, semua persiapan harus sudah final. Mulai dari pembangunan infrastruktur, penyediaan alat medis, hingga penempatan tenaga kesehatan,” tegas Budi.
Penutup: Langkah Strategis untuk Kesehatan dan Keamanan
Kebijakan ini tidak hanya tentang membangun fasilitas kesehatan, tetapi juga tentang menciptakan sistem yang tangguh di tengah kondisi rawan. Melibatkan TNI dalam layanan kesehatan menjadi bukti bahwa pemerintah serius menyelesaikan masalah akses kesehatan sekaligus menjaga stabilitas keamanan di daerah konflik.
Nantikan update selanjutnya terkait progres pembangunan rumah sakit ini!