GORONTALO, Desapenari.id – Tanpa disangka-sangka, kematian seorang mahasiswa Universitas Negeri Gorontalo (UNG) berinisial MJ usai mengikuti pendidikan dasar (Dikdas) Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala) Butaiyo Nisa Fakultas Ilmu Sosial justru menciptakan misteri yang begitu dalam. Meskipun pada kenyataannya, jenazah korban ditemukan dalam kondisi wajah bengkak dan penuh lebam, pihak keluarga secara mengejutkan memilih untuk tidak melakukan otopsi dan langsung memulangkan jasadnya ke kampung halaman di Muna, Sulawesi Tenggara. Akibatnya, keputusan ini tentu saja menambah besar tanda tanya di balik tragedi ini.

Namun demikian, Anda perlu tahu bahwa proses hukum untuk kasus yang menimpa mahasiswa semester 3 jurusan Pendidikan Sejarah UNG ini ternyata tetap berjalan. Bahkan, Polres Bone Bolango kini telah mengambil alih penyelidikan. Sebagai bukti keseriusannya, Ali Rajab, sesepuh masyarakat Sulawesi Tenggara di Gorontalo, pada Kamis (26/9/2025) mengonfirmasi, “Polisi sudah menyusun laporan model A, yang merupakan laporan yang dibuat atas inisiatif polisi sendiri.” Tak hanya berhenti di situ, Ali Rajab juga menambahkan bahwa pihak kepolisian telah memeriksa 17 orang saksi, yang terdiri dari panitia dan peserta pendidikan dasar tersebut.

Di sisi lain, keluarga korban justru diliputi kecurigaan yang kuat. Hikayat, kakak MJ yang berada di Muna, dengan tegas menyatakan bahwa ia menganggap kematian adiknya itu tidak wajar. Kemudian, tanpa menunggu lama, ia segera menghubungi Purna, seorang kerabat yang juga sepupu almarhum MJ di Gorontalo, dan memintanya untuk melaporkan kejadian ini ke kepolisian. Alhasil, Purna pun langsung mendatangi Polres Bone Bolango untuk melaporkan tragedi tersebut pada hari yang sama.

Setelah menerima laporan, pihak kepolisian pun langsung bergerak cepat dengan mendatangi RSAS untuk menyelidiki kasus ini. Akan tetapi, mereka harus menghadapi kenyataan bahwa kedua orang tua korban bersikeras untuk segera membawa pulang jenazah MJ ke Kabupaten Muna. Oleh karena itu, jenazah MJ hanya menjalani visum luar oleh petugas Rumah Sakit Aloei Saboe (RSAS) Kota Gorontalo. Pada akhirnya, pada Senin sore jenazah langsung dibawa menggunakan ambulans menuju kampung halamannya melalui pelabuhan penyeberangan feri ke Sulawesi Tengah, lalu dilanjutkan melalui jalur darat ke Sulawesi Tenggara. Meski begitu, keluarga besar MJ masih berharap agar proses hukum terus berlanjut meskipun jenazah tidak diotopsi dan hanya melalui visum luar.

Lalu, apa sebenarnya alasan keluarga menolak otopsi? La Ode Rijamudin Wahyu, Ketua Paguyuban Kesatuan Pelajar Mahasiswa Muna Indonesia (KEMMI) di Gorontalo, kemudian memberikan penjelasannya. Menurutnya, “Orangtua korban mendapatkan informasi bahwa proses otopsi membutuhkan waktu berhari-hari. Sementara itu, perjalanan darat menuju Muna juga memakan waktu 2-3 hari. Dengan pertimbangan itu, mereka akhirnya memutuskan untuk segera membawa pulang jenazah.” Berdasarkan penuturan Wahyu, pada siang itu aparat Polres Bone Bolango memang sudah berada di RSAS, namun jenazah sudah dalam persiapan untuk dipulangkan ke orang tuanya di Kelurahan Wapunto, Kecamatan Duruka, Kabupaten Muna.

Kembali ke awal tragedi, MJ meninggal dunia setelah mengikuti pendidikan dasar (Dikdas) mahasiswa pecinta alam (Mapala) Butaiyo Nusa Fakultas Ilmu Sosial. Peristiwa ini berakhir dengan kepulangannya pada Senin pagi di Rumah Sakit Aloei Saboe (RSAS) Kota Gorontalo. Perlu dicatat bahwa Dikdas Mapala Butaiyo Nusa sendiri diselenggarakan pada tanggal 19-21 September 2025, yang di dalamnya termasuk sesi latihan fisik.

Kronologi lengkapnya dimulai setelah kegiatan Dikdas usai. Saat itulah MJ menghubungi temannya yang bernama Amar. Kepada Amar, MJ mengaku sedang kesulitan bernapas dan tidak bisa bicara; ia hanya bisa mengirimkan pesan melalui WhatsApp (WA). Dalam pesannya, MJ meminta Amar untuk menjemputnya di sekretariat Mapala Butaiyo Nusa. Tanpa diduga, Amar pun langsung dikejutkan oleh pemandangan yang mengenaskan saat tiba di lokasi. “Amar begitu kaget karena ia melihat wajah MJ dalam keadaan bengkak dan lebam. Bahkan, kondisi MJ digambarkan babak belur seperti habis diamuk massa,” ujar Wahyu menceritakan kembali kejadian tersebut.

Pada saat-saat kritis itu, Amar yang panik melihat MJ sudah tidak bisa berbicara terpaksa hanya berkomunikasi lewat pesan singkat WA. Kemudian, Amar segera membawa MJ ke RS Bunda sekitar pukul 22.00 Wita. Akan tetapi, mereka hanya berada di rumah sakit tersebut selama 30 menit sebelum akhirnya dirujuk ke RSAS. Sayangnya, pada keesokan harinya, MJ menghembuskan napas terakhirnya.

Menanggapi peristiwa tragis ini, Rektor UNG Prof Dr Eduart Wolok akhirnya angkat bicara. Dengan tegas, beliau menyatakan bahwa kegiatan Mapala Butaiyo Nusa ini adalah ilegal karena tidak mendapatkan izin dari fakultas maupun universitas. Lebih lanjut, organisasi Mapala ini juga dinyatakan telah melanggar surat edaran rektor yang secara jelas melarang pembuatan kegiatan di luar lingkungan kampus. Dengan demikian, pihak kampus sama sekali tidak mengesahkan aktivitas yang berujung petaka tersebut.

Dapatkan juga berita teknologi terbaru hanya di newtechclub.com