BANGLI, Desapenari.id – Bayangkan pemandangan indah di Lereng Gunung Batur tiba-tiba berubah menjadi lautan api! Sungguh, sebuah bencana kebakaran hebat baru saja melanda kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Batur Bukit Payang (GBBP) yang terletak di Kabupaten Bangli, Bali, pada hari Kamis (2/10/2025). Akibatnya, kawasan wisata yang biasanya hijau dan asri itu kini menghitam legam.
Kemudian, Kepala BKSDA Bali, Ratna Hendratmoko, dengan tegas menyampaikan bahwa api yang ganas itu telah menghanguskan sekitar 9,8 hektare vegetasi hutan di lereng gunung yang ikonik tersebut. Sebagai bukti, beliau memaparkan data yang mencengangkan. “Total luas lahan yang terbakar kami perkirakan mencapai kurang lebih 9,8 hektare,” jelas Hendratmoko, dalam keterangan resminya pada Jumat (3/10/2025). Luasan tersebut setara dengan puluhan lapangan sepak bola yang musnah seketika!
Lalu, bagaimana kronologi kejadiannya? Ternyata, laporan pertama tentang kobaran api tersebut sudah diterima dari masyarakat sekitar pada pukul 11.50 Wita. Tanpa menunggu waktu lama, tim gabungan yang terdiri dari petugas berwenang dan relawan masyarakat langsung bergerak cepat menuju lokasi kejadian. Mereka bertekad untuk memutuskan rantai kebakaran sebelum semakin meluas.
Selanjutnya, proses pemadaman berlangsung sangat alot dan penuh tantangan. Akhirnya, setelah berjuang keras selama berjam-jam, api berhasil sepenuhnya dipadamkan sekitar pukul 19.30 Wita. Keberhasilan ini tidak lepas dari dua strategi andalan: pertama, tim menggunakan jet shooter untuk menyemprotkan air secara langsung ke titik api, dan kedua, mereka juga membangun sekat bakar untuk memutus jalur penyebaran api. Dengan demikian, laju si jago merah pun berhasil dibendung.
Namun, kewaspadaan tim sama sekali tidak luntur. Bahkan setelah api padam, para petugas dengan penuh dedikasi terus melakukan pemantauan ketat hingga pukul 22.00 Wita. Tujuan mereka sangat jelas: memastikan tidak ada lagi bara atau titik api tersisa yang berpotensi memicu kebakaran ulang. Mereka benar-benar memastikan situasi benar-benar aman.
Lantas, apa yang menyebabkan api bisa menyebar dengan begitu cepatnya? Menurut Hendratmoko, dua faktor utama memperparah situasi. Pertama, kondisi vegetasi bawah yang sangat kering bertindak seperti bahan bakar alami. Selain itu, tiupan angin kencang di area lereng secara aktif mendorong dan mempercepat perluasan kobaran api ke area yang lebih luas. Kombinasi mematikan inilah yang membuat api sulit dikendalikan.
Yang lebih mengejutkan lagi, dugaan sementara penyebab kebakaran ini justru berasal dari hal yang sepele! Hendratmoko dengan tegas menyebut bahwa kelalaian pengunjung jalur pendakian diduga kuat menjadi pemicunya. Diduga, puntung rokok yang dibuang sembarangan oleh para pendaki tanpa sadar telah menyulut bencana besar ini. Sungguh sebuah kecerobohan yang dampaknya sangat fatal bagi ekosistem.
Oleh karena itu, pihak BKSDA tidak henti-hentinya mengingatkan akan pentingnya kewaspadaan dari seluruh lapisan masyarakat dalam menjaga kawasan konservasi. Mereka menekankan bahwa partisipasi aktif masyarakat sangatlah penting untuk mencegah kebakaran hutan, terlebih lagi di kawasan konservasi yang memiliki nilai ekologi tinggi. Setiap orang harus merasa memiliki dan bertanggung jawab.
Di sisi lain, selain menyampaikan imbauan, Hendratmoko juga tidak lupa mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Beliau secara khusus menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya kepada seluruh pihak yang terlibat dalam penanganan kebakaran ini. Rasa syukur yang mendalam ditujukan untuk kerja sama semua elemen. “Kerja sama lintas sektor ini membuktikan bahwa sinergi merupakan kunci utama dalam penanggulangan kebakaran hutan,” lanjut dia. Semangat gotong royong inilah yang patut kita contoh.
Sementara itu, kerugian ekologis yang ditinggalkan sangatlah besar. Akibat kebakaran ini, tidak hanya vegetasi savana yang menjadi korban, tetapi juga sejumlah tumbuhan berkayu ikut menjadi abu. Jenis-jenis pohon seperti Tusam (Pinus merkusii), Cemara Gunung (Casuarina junghuhniana), serta Tiblun (Dodonaea viscosa) turut dilalap si jago merah. Bayangkan, butuh waktu puluhan tahun untuk memulihkan kerusakan ini.
Tidak berhenti di sana, dampak kebakaran ini juga langsung dirasakan oleh masyarakat sekitar. Selain merusak ekosistem, kebakaran juga secara signifikan menurunkan kualitas udara di sekitar kawasan. Kepulan asap tebal yang dihasilkan mencemari udara bersih yang biasanya mereka hirup. Dampak kesehatan dari polusi udara ini tentu tidak bisa dianggap remeh.
Kedepannya, BKSDA Bali berkomitmen untuk tidak berpuas diri. Mereka menegaskan akan terus meningkatkan intensitas patroli dan memperkuat koordinasi dengan multipihak. Tujuannya hanya satu: mencegah terulangnya kembali kebakaran serupa di masa yang akan datang. Langkah proaktif ini sangat kami dukung untuk menjaga warisan alam Bali tetap lestari. Mari kita semua belajar dari peristiwa ini dan menjadi lebih bijak dalam berinteraksi dengan alam.
Dapatkan juga berita teknologi terbaru hanya di newtechclub.com