GROBOGAN, Desapenari.id – Sebuah insiden memilukan sekaligus mengiris hati baru saja mengguncang dunia pendidikan di Jawa Tengah. Angga Bagus Perwira, seorang siswa kelas 1 SMP Negeri 1 Geyer, Kabupaten Grobogan, harus meregang nyawa pada Sabtu (11/10/2025) setelah diduga menjadi korban penganiayaan oleh teman-teman sekolahnya sendiri. Lebih mengenaskan lagi, pihak keluarga justru menerima kabar duka ini dari sekolah, di mana bocah 12 tahun itu ditemukan sudah tak bernyawa di dalam ruang kelasnya. Sungguh, peristiwa ini membuka mata kita semua tentang betapa seriusnya masalah perundungan di lingkungan sekolah.
Sementara itu, paman korban, Suwarlan (45), dengan suara bergetar menyampaikan kronologi yang diterima keluarga. Menurutnya, keluarga menerima informasi mengejutkan bahwa Angga menghembuskan napas terakhir di sekolah pada siang hari, sekitar pukul 11.00 WIB. Lebih lanjut, Suwarlan mengungkapkan keterangan mengejutkan dari teman-teman sekolah; keponakannya itu diduga menjadi korban keroyokan teman-teman sekelasnya tepat pada saat jam istirahat berlangsung. “Kata teman-teman sekolahnya, diduga korban bullying. Saat itu kejang-kejang dan mau dibawa ke UKS tapi sudah meninggal dunia,” jelas Suwarlan dengan wajah penuh duka saat ditemui di rumah duka di Desa Ledokdawan, Kecamatan Geyer, Sabtu Sore. Alhasil, keluarga pun ditinggalkan dalam lorong panjang tanda tanya dan kepedihan yang mendalam.
Tak berhenti di situ, Suwarlan juga menyampaikan perkembangan selanjutnya. Dari lokasi kejadian, jenazah Angga langsung dilarikan oleh pihak sekolah ke RSUD Dr. R. Soedjati Soemodiardjo untuk kepentingan autopsi. “Permintaan kami supaya diotopsi kepolisian, biar jelas penyebab kematiannya. Perut dan dadanya menghitam,” tutur Suwarlan dengan tegas. Oleh karena itu, keluarga sangat berharap proses autopsi ini dapat mengungkap kebenaran dan menjadi pintu keadilan bagi Angga.
Di sisi lain, kakek korban, Pujiyo (50), memberikan pengakuan yang semakin melengkapi cerita pilu ini. Pujiyo menuturkan dengan sedih, sebelum meninggal, cucunya itu sebenarnya sudah beberapa kali mengeluh kepada keluarganya karena menjadi korban perundungan teman-temannya. Bahkan, yang lebih memilukan, Angga pernah memilih untuk tidak masuk sekolah sama sekali karena rasa takutnya yang begitu mendalam. “Sempat sakit juga karena sering dihina, dikeroyok teman-temannya. Akhirnya kami datangi pihak sekolah dan Angga kemudian mau kembali bersekolah,” ungkap Pujiyo dengan suara lirih. Dengan kata lain, sebenarnya sudah ada tanda-tanda bahaya yang seharusnya bisa dicegah sebelum akhirnya berujung pada tragedi yang menyayat ini.
Selain itu, Pujiyo juga memperkenalkan sosok Angga yang sebenarnya. Ternyata, Angga merupakan anak pertama dari dua bersaudara, putra pasangan Sawendra dan Ike Purwitasari. Sejak kecil, Angga memilih untuk tinggal bersama kakeknya, sementara orangtuanya beserta adiknya tinggal dan menetap di Cianjur, Jawa Barat. Kini, orangtua siswa itu sedang dalam perjalanan penuh haru menuju Grobogan untuk memeluk anak pertamanya untuk terakhir kali. “Ayahnya kerja di pabrik dan mereka pulang ke Grobogan saat Lebaran. Kami minta kasus ini diusut tuntas,” pungkas Pujiyo dengan tekad bulat. Maka dari itu, dukungan dari berbagai pihak sangat dinantikan keluarga untuk menemani mereka memperjuangkan keadilan.
Sementara keluarga menuntut keadilan, pihak kepolisian pun mulai bergerak. Kasat Reskrim Polres Grobogan, AKP Rizky Ari Budianto, menyatakan bahwa kasus kematian Angga yang diduga kuat sebagai korban bullying teman-teman sekolahnya masih dalam tahap pendalaman yang intensif. Saat ini, penyidik Sat Reskrim Polres Grobogan masih aktif memeriksa sejumlah saksi kunci, termasuk teman-teman sekolah korban dan para guru SMPN 1 Geyer. “Masih proses pemeriksaan semua,” kata Rizky. Akibatnya, masyarakat diharapkan dapat bersabar dan tidak menyebarkan informasi yang belum tentu kebenarannya.
Sebagai kesimpulan, tragedi Angga Bagus Perwira ini seharusnya menjadi alarm keras bagi kita semua. Betapa tidak, lingkungan sekolah yang seharusnya menjadi tempat yang aman dan nyaman justru berubah menjadi mimpi buruk yang mematikan bagi seorang anak. Oleh karena itu, kita harus bersama-sama mendorong proses hukum yang transparan dan mendesak institusi pendidikan untuk menciptakan sistem yang benar-benar melindungi anak dari segala bentuk kekerasan. Pada akhirnya, mari kita jadikan kisah pilu Angga sebagai momentum untuk membasmi bullying hingga ke akarnya, agar tidak ada lagi korban berikutnya.
Dapatkan juga berita teknologi terbaru hanya di newtechclub.com
**mind vault**
mind vault is a premium cognitive support formula created for adults 45+. It’s thoughtfully designed to help maintain clear thinking