Desapenari.id – Pemerintah Malaysia akhirnya angkat bicara dan mengambil langkah berani! Mulai tahun 2026 mendatang, negara itu berencana melarang keras anak-anak di bawah usia 16 tahun untuk memiliki akun media sosial (medsos). Selanjutnya, Menteri Komunikasi Malaysia, Fahmi Fadzil, dengan tegas menyatakan bahwa kabinet telah menyetujui rencana monumental ini. Tujuannya jelas, langkah ini merupakan sebuah upaya protektif untuk melindungi generasi muda dari berbagai ancaman dunia maya yang kian merajalela, seperti perundungan siber, penipuan, dan eksploitasi seksual. Tak berhenti di situ, Fahmi dengan penuh keyakinan menegaskan, “Saya yakin jika pemerintah, badan regulasi, dan orangtua berperan aktif, kita dapat memastikan internet di Malaysia tidak hanya cepat, tersebar luas, dan terjangkau, tetapi yang terpenting, aman, terutama bagi anak-anak dan keluarga,” begitu pernyataannya yang dikutip dari AP News, Rabu (26/11/2025).
Di balik layar, pemerintah Malaysia ternyata tidak bekerja sendirian. Fahmi mengungkapkan bahwa pihaknya sedang gencar mempelajari pendekatan-pendekatan cerdas yang telah diterapkan oleh Australia dan beberapa negara lain. Sebagai contoh, mereka sedang mengkaji potensi penggunaan sistem cek elektronik yang dikaitkan dengan kartu identitas atau paspor untuk memverifikasi usia setiap pengguna dengan akurat. Meski demikian, sang menteri dengan bijak belum mau membeberkan waktu pasti pemberlakuan larangan ini. Sebelumnya, sejak Januari 2025, pemerintah sebenarnya sudah memulai gebrakan dengan mewajibkan platform media sosial dan pesan instan besar—yang memiliki sekitar 8 juta pengguna di Malaysia—untuk mengantongi lisensi resmi. Pada akhirnya, langkah ini merupakan bagian dari pengetatan pengawasan negara yang lebih luas terhadap platform digital.
Lalu, apa konsekuensinya? Platform-platform yang telah berlisensi tersebut harus patuh menerapkan sejumlah aturan ketat. Secara khusus, verifikasi usia, langkah-langkah keamanan konten, dan aturan transparansi wajib mereka jalankan. Dengan demikian, aturan-aturan ini secara jelas mencerminkan tekad bulat pemerintah untuk menciptakan ruang digital yang lebih aman dan bertanggung jawab bagi seluruh warganya. Menariknya, Malaysia bukanlah satu-satunya negara yang merasa khawatir. Faktanya, beberapa negara di dunia sudah lebih dulu memulai gerakan serupa dengan melarang anak di bawah umur untuk memiliki medsos. Alasannya beragam, salah satunya adalah untuk menjaga kesehatan mental anak-anak dan mendorong mereka agar lebih banyak berinteraksi secara langsung di dunia nyata. Berikut ini, kami sajikan deretan negara-negara yang sudah resmi membuat aturan pembatasan kepemilikan medsos untuk anak di bawah umur.
Pertama, ada Australia. Negeri Kanguru ini telah resmi mengesahkan aturan yang melarang anak di bawah umur 16 tahun memiliki akun di platform seperti TikTok, Facebook, Instagram, dan X. Hebatnya, aturan progresif ini akan mulai berlaku tepat pada 10 Desember 2025. Utamanya, pemerintah Australia mengambil langkah ini untuk mencegah tindakan-tindakan tidak menyenangkan di media sosial yang kerap menimpa anak-anak, sekaligus menjadi tameng untuk menjaga kesehatan mental mereka.
Kedua, Denmark ikut bergerak. Mengikuti jejak Australia, Denmark kini juga bersiap untuk melarang anak di bawah usia 15 tahun memiliki akun media sosial. Awalnya, inisiatif ini merupakan bentuk tindak lanjut dari seruan Perdana Menteri Mette Frederiksen dalam pidato pembukaannya di parlemen bulan lalu. Beliau menyuarakan kekhawatiran yang mendalam terhadap kesehatan mental anak, sehingga pembatasan medsos pun dianggap sebagai solusi yang mendesak. Kabarnya, usulan brilian ini sudah disetujui oleh mayoritas partai di parlemen dan telah mendapatkan dukungan penuh sebelum pemungutan suara resmi dilaksanakan.
Ketiga, Perancis tak mau ketinggalan. Anak-anak Perancis di bawah usia 15 tahun juga akan segera dilarang menggunakan media sosial. Bahkan lebih jauh lagi, pemerintah juga menilai perlu memberlakukan “larangan digital” pada malam hari khusus untuk remaja berusia 15-18 tahun. Lantas, dari mana ide ini berasal? Ternyata, rekomendasi ini berasal dari komisi parlemen Perancis. Mereka menemukan sebuah penelitian tentang dampak psikologis TikTok pada anak di bawah umur yang mengungkap bahwa platform berbagi video pendek ini secara sengaja mengekspos anak-anak pada konten beracun, berbahaya, dan yang membuat ketagihan.
Keempat, Kanada mengambil pendekatan unik. Pemerintah Ontario di Kanada memilih untuk mengusulkan batasan usia 16 tahun, tetapi dengan fokus pada pembatasan algoritma media sosial dan perlindungan anak. Artinya, pemerintah Kanada tidak serta-merta melakukan larangan total. Alih-alih, mereka memilih untuk menerapkan pembatasan yang sangat ketat terhadap akses anak-anak ke dalam ekosistem media sosial, dengan harapan dapat meminimalisir dampak negatifnya.
Kelima, Amerika Serikat bergerak di level negara bagian. Beberapa negara bagian seperti Utah dan Arkansas juga telah ambil bagian dengan membatasi penggunaan media sosial hanya untuk anak yang telah berusia 18 tahun. Dengan kata lain, aturan di sini bahkan lebih ketat dibandingkan dengan negara-negara lainnya, menunjukkan betapa seriusnya kekhawatiran akan bahaya media sosial bagi kaum muda.
Keenam, Tiongkok punya strategi sendiri. Tiongkok, yang dikenal dengan regulasi internetnya yang ketat, membatasi anak-anak untuk bermain game online hanya tiga jam dalam seminggu. Tepatnya, mereka hanya diperbolehkan bermain satu jam antara pukul 8-9 malam pada hari Jumat, Sabtu, dan Minggu. Tak hanya game, Tiongkok juga mengusulkan langkah-langkah baru untuk membatasi durasi penggunaan ponsel pada anak dan remaja. Pada intinya, seluruh upaya ini dilakukan sebagai bagian dari misi negara untuk memberantas kecanduan internet dan sekaligus berupaya menumbuhkan moralitas serta nilai-nilai sosialis yang baik di kalangan anak di bawah umur. Akhirnya, gerakan global untuk melindungi anak di dunia digital pun semakin kuat dan tak terbendung.
Dapatkan juga berita teknologi terbaru hanya di newtechclub.com

