Desapenari.id – Calon presiden Peru, Rafael Belaunde, nyaris tewas dalam sebuah aksi penembakan brutal. Pada Selasa (2/12/2025) lalu, pemotor bersenjata secara membabi-buta memberondong mobil yang dikemudikannya sendiri di Cerro Azul, wilayah selatan Ibu Kota Lima. Meski kaca mobil hancur berantakan akibat hujan peluru, Belaunde luput dari luka serius. Kisahnya penuh kejutan karena ternyata, berbeda dari kabar awal, sang calon presiden sendiri yang sedang memegang kemudi saat serangan maut itu terjadi.
Kepolisian Nasional Peru, melalui Kepala Polisi Oscar Arriola, kemudian mengonfirmasi detail mengerikan ini. Para pelaku dengan sadar mengarahkan tembakan mereka ke dalam SUV dan langsung ke tubuh Belaunde. Akibatnya, serpihan kaca depan mobil yang pecah melukai wajahnya dan menyebabkan baju putihnya langsung berlumuran darah. Namun di tengah situasi chaos itu, polisi dengan cepat menegaskan bahwa kondisi Belaunde stabil. Lebih menarik lagi, pihak kepolisian justru membantah pernyataan mereka sendiri yang sebelumnya menyebut Belaunde duduk di kursi penumpang. Fakta bahwa ia menyetir sendiri tentu membuat insiden ini terasa lebih personal dan mengkhawatirkan.
Siapa sebenarnya Rafael Belaunde? Dia bukanlah orang sembarangan, melainkan mantan Menteri Energi dan cucu dari mantan Presiden Peru, Fernando Belaunde. Meski punya garis keturunan kuat dan jabatan strategis, Belaunde mengaku kepada polisi bahwa dirinya sama sekali tidak menerima ancaman apa pun sebelumnya. Pernyataan ini langsung dikuatkan oleh rekan separtainya, Pedro Cateriano, dari Libertad Popular. Cateriano dengan tegas menyebut serangan ini adalah sebuah kegagalan. “Para penjahat tidak mencapai sasaran mereka,” katanya dengan percaya diri di Radio RPP, sembari menambahkan bahwa Belaunde baik-baik saja secara fisik.
Namun, di balik pernyataan meyakinkan itu, serangan ini telah menebar kepanikan dan kekhawatiran mendalam di seluruh Peru. Bagaimana tidak? Pemilu nasional mereka sudah di depan mata, tepatnya pada 12 April 2026. Menyikapi hal ini, Ketua Pengadilan Pemilu Peru, Roberto Burneo, langsung mengecam keras aksi pengecut tersebut dan mendesak pemerintah untuk segera meningkatkan perlindungan ke semua kandidat. Cateriano pun dengan getir berkomentar, “Ini awal yang buruk bagi kampanye.” Jelas sekali, insiden ini bukan sekadar percobaan pembunuhan, tetapi serangan terhadap jantung demokrasi Peru yang sedang rapuh.
Lalu, apa akar masalah sebenarnya? Faktanya, Peru saat ini benar-benar tenggelam dalam krisis keamanan yang parah. Negara itu dilanda lonjakan drastis kejahatan terorganisir dan korupsi yang tak terkendali. Situasi inilah yang kemudian memicu gelombang unjuk rasa besar-besaran, terutama dari anak muda, menyebabkan puluhan orang luka dan nyawa melayang. Tidak berhenti di situ, kejahatan sehari-hari seperti pemerasan terhadap sopir bus pun merajalela. Data kejaksaan dengan gamblang menunjukkan fakta mengerikan: setidaknya 56 sopir bus telah dibunuh hanya karena berani menolak membayar uang perlindungan.
Pada akhirnya, para pengamat melihat fenomena ini sebagai bom waktu yang lama dipersiapkan. Tingkat kemiskinan dan pengangguran yang melonjak pascapandemi, ditambah dengan infiltrasi geng-geng ganas domestik dan transnasional seperti Tren de Aragua asal Venezuela, menciptakan badai kriminalitas sempurna. Dengan kata lain, serangan terhadap Rafael Belaunde bukanlah insiden yang terisolasi, melainkan gejala dari penyakit yang jauh lebih dalam yang menggerogoti Peru. Jadi, sementara Belaunde berhasil selamat dari hujan peluru, pertanyaan besarnya adalah: apakah demokrasi Peru juga akan sekuat itu bertahan?
Dapatkan juga berita teknologi terbaru hanya di newtechclub.com

