TAPANULI TENGAH, Desapenari.id – Bayangkan hamparan sawah hijau yang selalu menghiasi lanskap agraris Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Kini, coba hapus bayangan itu dari pikiran Anda karena pemandangan idilis tersebut telah lenyap tanpa bekas! Luapan banjir bandang dan tanah longsor yang menggila sejak Selasa (25/11/2025) ternyata telah mengubah kawasan persawahan itu menjadi lautan lumpur coklat yang suram. Kemudian, pantauan pada Kamis (4/12/2025) justru mengungkap kerusakan paling parah di Desa Tukka. Padahal, sawah-sawah di sana seharusnya sedang bersiap panen atau ditanami ulang, namun kini rata dengan tanah akibat timbunan lumpur tebal.
Lebih mengerikan lagi, material longsor yang berupa campuran tanah, pasir, kayu gelondongan, dan bebatuan dengan ganas menutupi seluruh area persawahan. Ketebalannya bahkan mencapai sekitar 1 meter! Bahkan, di area yang dekat dengan sungai, endapan lumpur itu bisa setinggi 1 hingga 1,5 meter, atau setara dada orang dewasa. Tidak berhenti di situ, perubahan alur Sungai Sigultom memperburuk keadaan. Sungai yang selama ini menjadi urat nadi irigasi tiba-tiba mati total karena tersumbat oleh gelondongan kayu raksasa sisa pembalakan. Akibatnya, air meluap dengan liar ke permukiman warga sambil membawa serta batu dan batang kayu.
Untuk menyelamatkan apa yang tersisa, warga pun terpaksa mengambil inisiatif. Mereka dengan sigap membuat jalur air darurat agar luapan banjir tidak semakin dalam menenggelamkan rumah-rumah mereka di Desa Tukka. Salah seorang warga, Azis, dengan lantang menyuarakan keprihatinannya. Ia mengingatkan bahwa Tapanuli Tengah sejatinya adalah salah satu sentra beras utama di Sumatera Utara. Namun, lahan produktif itu kini hilang seketika. “Di sini memang mayoritas warganya bertani. Kami mencari makan sendiri dari sawah dan ladang kami,” ujar Azis, Kamis lalu.
Selanjutnya, Azis membeberkan bahwa proses pemulihan mustahil berjalan cepat. Pasalnya, membersihkan lumpur setebal 1 meter mutlak membutuhkan bantuan alat berat. “Kalaupun nanti bisa dibersihkan, tanahnya sudah rusak dan tidak subur lagi,” ujarnya dengan nada putus asa. Lebih lanjut, Azis menjelaskan bahwa selama ini warga terbiasa memanfaatkan hasil kebun sendiri untuk memasak. Kerusakan hebat ini akhirnya memaksa mereka membeli semua kebutuhan pokok di pasar, di mana harganya pun ikut melambung. “Apa-apa harus beli sekarang, dan harganya mahal pula,” tambahnya prihatin.
Tragedi serupa ternyata juga melanda desa tetangga. Samir Sitompul, warga Desa Hutanabolon, menyatakan sawah di wilayahnya yang diperkirakan ratusan hektar juga hancur total. “Hancur. Hancur semuanya. Gagal panen total, luasnya sudah tidak terhitung lagi, pokoknya hilang semua,” katanya dengan pilu. Di tengah kehancuran itu, muncul sebuah ironi. Warga kini memunguti gelondongan kayu yang terbawa banjir untuk dijadikan kayu bakar, menggantikan gas elpiji yang langka. Sebagian lainnya mereka jual ke dapur umum demi mendapatkan penghasilan sementara yang sangat dibutuhkan.
Yang perlu digarisbawahi, kerusakan lahan pertanian ini ternyata sangat luas dan tidak terbatas di Desa Tukka saja. Pengamatan udara justru menunjukkan pola kerusakan yang memanjang dari Desa Tukka hingga ke Desa Hutanabolon di bagian hulu. Kontur Tapanuli Tengah yang berbukit-bukit menjadi faktor penentu, karena membuat material longsor meluncur deras dan langsung menghantam area persawahan di dataran rendah tanpa ampun. Akhirnya, pemandangan yang tersisa sekarang hanya dominasi warna coklat lumpur sejauh mata memandang. Jejak-jejak sawah produktif telah hilang tak bersisa, dan ancaman besar terhadap ketahanan pangan lokal di Tapanuli Tengah kini nyata adanya.
Dapatkan juga berita teknologi terbaru hanya di newtechclub.com

