TANGERANG SELATAN, Desapenari.id – Bayangkan sebuah halaman luas yang justru dipenuhi oleh deretan karung putih berisi ribuan botol plastik bekas! Lokasinya tak jauh dari TPA Cipeucang, Serpong, Tangerang Selatan. Di sinilah, sebuah kisah transformasi luar biasa sedang berlangsung. Kemudian, Koperasi Pemulung Berdaya, yang juga terkenal sebagai Recycle Business Unit (RBU) Serpong, dengan aktif mengubah limbah botol plastik PET menjadi sumber penghidupan yang menjanjikan bagi ribuan pemulung di seantero Jabodetabek. Setiap harinya, mereka dengan sigap menerima kiriman botol-botol plastik dari ratusan lapak, bank sampah, restoran, hingga perkantoran.

Selanjutnya, proses kreatif pun segera dimulai. Para pekerja dengan penuh semangat membongkar semua kiriman botol tersebut, kemudian mereka memilahnya dengan cermat, dan akhirnya mencacahnya hingga siap untuk dijual kembali sebagai bahan baku industri. Awalnya, volume pengelolaan mereka hanya sekitar 5 ton per bulan. Namun, berkat ketekunan, volume tersebut kini melonjak secara drastis hingga mencapai 150 ton per bulan! Sekretaris Koperasi Pemulung Berdaya, Julaeha (35), dengan bangga memaparkan bahwa unit ini pada mulanya berdiri sebagai program CSR Danone pada 2010, sebelum akhirnya bertransformasi menjadi koperasi mandiri pada 2013. “Saat ini, anggota yang bekerja langsung di sini berjumlah 53 orang,” ujarnya dengan semangat.

Lebih lanjut, Julaeha menjelaskan bahwa jaringan mereka ternyata menjangkau jauh lebih luas. Menurutnya, sekitar 4.000 pemulung di Jabodetabek telah terhubung ke koperasi melalui jaringan para pelapak yang kuat. Setiap hari, mereka berhasil mengalirkan sekitar 6 ton botol plastik ke fasilitas ini. Proses pemrosesan yang efisien menghasilkan tingkat kelolosan mencapai 90 persen. Sisa botol yang tidak memenuhi standar kualitas—mulai dari warna, bau, label, hingga kondisi fisik—langsung mereka kembalikan kepada pelapak.

Omzet Miliaran Rupiah dari Tumpukan Sampah

Dengan volume perdagangan yang begitu besar, koperasi ini pun pernah mencatat omzet yang fantastis, bahkan mencapai miliaran rupiah! “Sebenarnya, untuk omzet, kalau lagi banyak barang ya, kita bisa mencapai Rp 1,2 miliar. Namun, kalau lagi sepi, ya paling tidak sampai segitu,” tutur Julaeha dengan jujur. Akan tetapi, ia segera menegaskan bahwa angka menggiurkan tersebut adalah pendapatan kotor. “Dengan kata lain, pendapatan besar itu belum tentu langsung menjadi untung bersih. Soalnya, usaha daur ulang ini sangatlah kompleks,” jelasnya.

Selanjutnya, pendapatan kotor yang segunung itu harus mereka bagikan untuk berbagai kebutuhan operasional yang tidak sedikit. Mulai dari gaji karyawan, biaya listrik, logistik, hingga perawatan mesin yang rutin. Sayangnya, dalam beberapa tahun terakhir, omzet koperasi sempat mengalami penurunan hingga ratusan juta rupiah. Penyebabnya antara lain adalah naiknya biaya operasional, persaingan harga bahan baku yang ketat, masalah teknis pada mesin, serta penyusutan bahan baku sekitar 10–15 persen yang tak terhindarkan.

Dampak Luar Biasa bagi Pekerja dan Lingkungan Sekitar

Meskipun kondisi bisnis tidak selalu stabil, dampak positif koperasi ini bagi masyarakat sekitar justru sangat terasa dan nyata. Banyak pekerja, terutama ibu rumah tangga, dengan bersemangat mengaku bahwa mereka kini bisa memperbaiki taraf ekonomi keluarga sejak bergabung dengan koperasi ini. Bahkan, beberapa dari mereka berhasil mewujudkan mimpi besar, seperti menyekolahkan anak hingga jenjang sarjana, membangun rumah kontrakan, atau bahkan membeli sawah di kampung halaman. Sementara itu, para pemulung yang menjadi ujung tombak pasokan biasanya menjual 5–10 kilogram botol PET per setoran. Botol-botol ini kemudian dibeli dengan harga Rp 5.000 per kilogram, sehingga memberikan mereka pemasukan rutin yang sangat membantu memenuhi kebutuhan harian.

Tidak berhenti di situ, Koperasi Pemulung Berdaya kini terus berinovasi dan tidak hanya mengelola botol plastik PET. Mereka sudah merencanakan ekspansi besar-besaran untuk tahun depan, yaitu dengan merambah pengelolaan karton, HDPE, dan sampah multilayer yang lebih menantang. Jaringan lapak dan pemasok mereka pun telah diperluas hingga ke wilayah Bekasi, Sukabumi, Gunung Sindur, dan bahkan Labuan Bajo! Dengan aktivitas yang terus berkembang pesat, Julaeha memiliki harapan besar. Ia berharap semakin banyak daerah yang mampu memiliki fasilitas pengolahan mandiri serupa, agar beban sampah plastik tidak lagi hanya bertumpuk di TPA. “Percayalah, sampah itu kalau dipilah dengan benar, nilainya akan langsung naik drastis. Sebaliknya, kalau tercampur, nilainya jadi kecil. Namun, jika kita pilah dengan baik, nilainya bisa melambung tinggi. Sampah bisa jadi ‘cuan’ yang luar biasa!” pungkasnya dengan keyakinan penuh.

Dapatkan juga berita teknologi terbaru hanya di newtechclub.com