BEIJING, Desapenari.id – Dalam sebuah pernyataan yang mengguncang panggung geopolitik, China secara terang-terangan mendukung penolakan Taliban terhadap rencana kontroversial mantan Presiden AS Donald Trump untuk merebut kembali Pangkalan Udara Bagram di Afghanistan. Langkah berani Beijing ini jelas-jaram menentang keinginan Washington, dengan alasan bahwa aksi AS tersebut hanya akan menyulut api ketegangan baru di kawasan yang sudah rapuh. Sejalan dengan China, Taliban juga dengan tegas menyatakan bahwa mereka tidak akan mengizinkan satu pun pangkalan militer asing beroperasi kembali di tanah Afghanistan.

Penolakan dari Beijing

Tanpa basa-basi, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Lin Jian, membeberkan penolakan negaranya dalam konferensi pers yang digelar pada Jumat (19/9/2025). Lin menegaskan dengan sangat jelas bahwa China konsisten pada prinsipnya untuk menghormati kedaulatan penuh Afghanistan. “China menghormati kemerdekaan, kedaulatan, dan integritas teritorial Afghanistan. Masa depan Afghanistan seharusnya berada di tangan rakyat Afghanistan,” tegas Lin dengan suara lantang. Lebih lanjut, dia memperingatkan, “Membangkitkan ketegangan dan konfrontasi di kawasan tidak akan mendapat dukungan dari siapapun.” Di akhir pernyataannya, Lin menyerukan dengan keras agar semua pihak memainkan peran konstruktif untuk menjaga perdamaian dan stabilitas regional, alih-alih menambah masalah.

Trump ngotot ingin kuasai Bagram

Sebelumnya, rencana mengejutkan ini diumumkan langsung oleh Donald Trump sendiri. Dalam sebuah konferensi pers bersama Perdana Menteri Inggris Keir Starmer di London, Trump dengan percaya diri mengklaim bahwa AS sedang “berusaha mendapatkan kembali” Pangkalan Bagram. Dia membenarkan bahwa ambisinya itu didorong oleh lokasi strategis pangkalan yang sangat dekat dengan fasilitas nuklir China. “Kita sedang mencoba untuk merebut kembali (Bagram), dan kita ingin segera mendapatkannya kembali,” ucap Trump tanpa tedeng aling-aling. Tidak lupa, dia kembali menyempatkan diri untuk mengkritik habis-habisan penarikan pasukan AS dari Afghanistan pada 2021 di bawah kepemimpinan Presiden Joe Biden, yang dia sebut sebagai “kekacauan terbesar” dalam sejarah kebijakan luar negeri AS. Keesokan harinya, dari Gedung Putih, Trump bahkan mengungkapkan bahwa negosiasi dengan Taliban sudah dimulai. “Kita akan lihat apa yang terjadi dengan Bagram. Kita sedang bernegosiasi dengan Afghanistan. Kita seharusnya tidak pernah melepaskannya,” katanya kepada para wartawan yang memadati ruangan.

Taliban angkat suara

Menanggapi wacana dari Trump, pihak Taliban langsung bereaksi dengan cepat dan keras. Seorang pejabat senior Kementerian Luar Negeri Taliban, Zakir Jalaly, menyuarakan penolakan keras melalui unggahan di platform X. Dengan nada tegas, dia menulis, “Orang-orang Afghanistan tidak pernah menerima kehadiran militer asing sepanjang sejarah. Kemungkinan ini sepenuhnya ditolak dalam pembicaraan Doha dan perjanjian (dengan AS).” Jalaly menambahkan penjelasan bahwa satu-satunya hubungan yang mungkin terjalin antara Kabul dan Washington hanyalah melalui jalur politik dan ekonomi, itupun harus “berdasarkan rasa hormat timbal balik,” bukan dengan ancaman militer.

Pangkalan Udara Bagram

Lalu, apa sebenarnya yang membuat Pangkalan Udara Bagram begitu istimewa hingga diperebutkan? Pangkalan Udara Bagram, yang terletak cukup dekat dengan Ibu Kota Kabul, sebelumnya berfungsi sebagai pusat operasi militer AS dan NATO selama dua dekade penuh. Pangkalan ini dilengkapi dengan dua landasan pacu besar yang mampu menampung pesawat pengebom strategis maupun pesawat kargo berat, membuatnya menjadi aset militer yang sangat berharga. Trump dan sejumlah pentolan di AS memandang Bagram sebagai aset kunci, bukan hanya untuk memantau aktivitas militer China dari dekat, tetapi juga untuk mengakses cadangan mineral langka Afghanistan, menargetkan sisa-sisa kelompok ISIS, hingga berpotensi membuka kembali misi diplomatik mereka di kawasan. Akan tetapi, banyak analis yang sepakat bahwa kemungkinan Taliban mengizinkan kembalinya tentara AS ke Bagram hampir mustahil terjadi, kecuali terjadi perubahan kebijakan 180 derajat dari pihak penguasa baru Afghanistan tersebut.

Dapatkan juga berita teknologi terbaru hanya di newtechclub.com