Desapenari.id – Dunia internasional dikejutkan oleh gempa politik dahsyat dari Nepal! Presiden Ram Chandra Poudel dan Perdana Menteri KP Sharma Oli secara resmi mengundurkan diri pada Selasa (9/9/2025). Kepututan ini mereka ambil setelah negeri Himalaya itu diguncang kerusuhan berdarah yang menewaskan 22 orang dan melukai ratusan lainnya.

Akar krisis ini berawal sejak Jumat (5/9/2025), ketika Generasi Z Nepal menyulut api demonstrasi. Ribuan massa gen Z ini bukan hanya menuntut pencabutan pelarangan media sosial, melainkan juga mendesak perubahan total dalam kepemimpinan negara. Desakan mereka begitu kuat hingga memaksa dua pucuk pimpinan tertinggi Nepal angkat kaki.

Dengan mundurnya duo pemimpin ini, kursi kekuasaan Nepal kini benar-benar kosong! Lantas, apa yang akan terjadi selanjutnya? Akankah negara itu jatuh dalam kekacauan tanpa nahkoda?

Nasib Nepal: Vacuum Power dan Isu Kudeta Militer

Di tengah kekosongan kepemimpinan yang mencekam, kabar mengejutkan beredar: Militer Nepal dikabarkan siap mengambil alih kendali negara! Namun, sebelum spekulasi ini menjalar, konstitusi Nepal sebenarnya sudah mengantisipasi skenario terburuk semacam ini.

Menurut NDTV, konstitusi negara tersebut memiliki sejumlah klausul jelas untuk mengisi kekosongan kekuasaan. Berikut ini penjelasan detailnya:

1. Skenario Kosongnya Kursi Perdana Menteri
Konstitusi Nepal dengan tegas menyatakan bahwa jabatan Perdana Menteri dapat lowong jika:

• Perdana Menteri menyerahkan surat pengunduran diri secara tertulis.
• Parlemen meloloskan mosi tidak percaya atau sebaliknya, gagal meloloskannya.
• Perdana Menteri kehilangan status sebagai anggota parlemen.
• Perdana Menteri meninggal dunia.

Nah, dalam situasi dimana PM mengundurkan diri, kabinet yang sedang menjabat akan terus mengelola pemerintahan sementara sampai kabinet baru terbentuk. Artinya, meski tanpa PM, mesin pemerintahan tidak serta merta berhenti total.

2. Skenario Kosongnya Kursi Presiden
Sementara itu, konstitusi juga mengatur kekosongan jabatan presiden jika:

• Presiden menyampaikan surat pengunduran diri kepada Wakil Presiden.
• Terdapat proses pemakzulan yang diajukan terhadap presiden.
• Masa jabatan presiden berakhir.
• Presiden meninggal dunia.

Dalam kondisi darurat ini, semua tugas dan wewenang presiden otomatis beralih ke Wakil Presiden. Dengan demikian, tidak akan ada vacuum of power yang benar-benar hampa.

Pengunduran diri kedua pemimpin ini kini memusatkan perhatian pada parlemen dan partai politik untuk segera membentuk pemerintahan baru. Lalu, partai mana yang paling mungkin memenangkan pertarungan ini?

Gejolak Politik: Peta Kekuatan dan Pertarungan Partai

Keputusan Presiden dan PM mundur telah memicu gejolak politik terbesar dalam beberapa tahun terakhir. Parlemen Nepal yang beranggotakan 275 kursi membutuhkan minimal 138 kursi untuk membentuk mayoritas. Peta kekuatannya terbagi menjadi:

• Kongres Nepal: 89 kursi
• CPN-UML: 78 kursi
• Pusat Maois: 32 kursi
• Partai Rastriya Swatantra (RSP): 21 kursi
• Lain-lain (JSP dan partai kecil): 10+ kursi

Partai oposisi seperti Kongres Nepal dan Pusat Maois berpeluang mengajukan klaim, namun konflik internal—seperti ancaman faksi Shekhal Koirala yang hendak memisahkan diri—dapat menggagalkan peluang mereka.

Di sisi lain, Partai Rastriya Swatantra (RSP) yang didukung secara masif oleh kaum muda, berpotensi besar muncul sebagai dark horse. Lalu, siapakah dalang di balik popularitas RSP?

Menurut Times of India, semua mata kini tertuju pada seorang figur unik: Balendra Shah (Balen), Wali Kota Independen Kathmandu yang juga seorang rapper! Analis politik Dipak Gautam mengungkapkan bahwa Balen telah berhasil menjadi wajah dan suara gerakan Gen Z Nepal.

Balen, bagi banyak kalangan, merupakan simbol perlawanan terhadap politik dinasti yang sudah membusuk. Popularitasnya yang meledak telah memompa semangat Partai RSP dan para calon independen lainnya. Bahkan, banyak spekulan yang menyebut bahwa dia mungkin akan diusung sebagai calon Perdana Menteri.

“Balen tidak sekadar politisi; dia melambangkan perubahan yang diidamkan anak muda Nepal,” tutur Gautam.

Namun, Gautam juga mengingatkan bahwa memimpin kota seperti Kathmandu jelas sangat berbeda dengan memimpin sebuah negara yang sedang terpecah belah dan dilanda krisis multidimensi. Tantangan yang akan dihadapi Balen—jika benar ia maju—sangatlah kompleks.

Lalu, Apa Langkah Selanjutnya?

Dengan mengacu pada konstitusi, Nepal sebenarnya memiliki pondasi hukum yang jelas untuk menghadapi krisis ini. Wakil Presiden akan mengambil alih tugas-tugas kepresidenan, sementara kabinet sementara akan menjalankan pemerintahan sehari-hari.

Pertarungan sesungguhnya justru terjadi di parlemen. Partai-partai besar sekarang berlomba membentuk koalisi untuk mencapai angka 138. RSP, dengan energi baru dan dukungan Gen Z, berpeluang menjadi kingmaker bahkan pemimpin koalisi.

Namun, satu hal yang pasti: Nepal sedang berada di persimpangan sejarah. Generasi Z telah membuktikan bahwa suara mereka tidak bisa lagi diabaikan. Kini, semua menunggu: akankah Nepal dipimpin oleh rapper yang menjadi simbol perlawanan, ataukah koalisi partai tradisional akan kembali berkuasa?

Yang jelas, jalan menuju stabilitas masih panjang dan berliku. Tetapi, satu hal yang tidak bisa dipungkiri: Nepal telah menulis babak baru demokrasinya, dan dunia menyaksikannya.

Dapatkan juga berita teknologi terbaru hanya di newtechclub.com