Desapenari.id – Petani tomat di Desa Kare, Kecamatan Kare, Kabupaten Madiun, Jawa Timur, baru-baru ini dibuat resah oleh sebuah fenomena yang memukul perekonomian mereka. Pada Jumat, 26 September 2025, suasana harapan justru terpancar ketika Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, secara langsung menyambangi lokasi untuk mendengarkan keluhan mereka. Sebelumnya, selama sebulan terakhir, harga tomat mengalami kejatuhan yang sangat dalam. Bahkan, harga komoditas itu terpuruk hingga menyentuh level yang sangat memprihatinkan, yaitu hanya Rp 2.000 per kilogram.
Sebagai perbandingan, harga normal tomat sebenarnya berada dalam kisaran yang jauh lebih sehat, antara Rp 6.000 hingga Rp 11.000 per kilogram. Oleh karena itu, anjloknya harga ini tentu saja menimbulkan dampak yang sangat serius. Salah satu petani, Wagimun, dengan jelas menyampaikan keprihatinannya langsung kepada Gubernur Khofifah. “Faktanya, sejak bulan lalu harga tomat terus mengalami penurunan yang drastis,” keluhnya. “Padahal, pada kondisi normal, kami biasanya bisa menjualnya di pasar dengan harga Rp 6.000 per kilogram,” tambahnya penuh kekecewaan.
Akibatnya, situasi ini secara otomatis menjerumuskan petani ke dalam jurang kerugian. Bahkan, mereka kini menghadapi kesulitan yang sangat besar untuk sekadar menutupi modal awal yang telah dikeluarkan. Menurut perhitungan Wagimun, titik impas atau balik modal baru bisa tercapai jika harga tomat berada di atas angka Rp 4.000 per kilogram. Dengan kata lain, harga saat ini yang berada di bawah titik impas tersebut jelas-jelas memukul telak pendapatan para petani.
Lalu, apa sebenarnya penyebab di balik anjloknya harga tomat ini? Ternyata, Wagimun menjelaskan bahwa kejadian ini dipicu oleh melimpahnya pasokan tomat di pasar. Pada musim sebelumnya, harga tomat sempat mengalami kenaikan yang menarik. Alhasil, banyak petani yang kemudian berbondong-bondong menanam tomat pada periode yang bersamaan. Pada akhirnya, hal ini menyebabkan musim panen raya terjadi secara serentak. Sementara itu, di sisi lain, permintaan atau daya beli masyarakat di pasar justru tetap stabil, tidak mengalami peningkatan yang signifikan.
Tak cukup sampai di situ, beban petani justru semakin berat karena dihadapkan pada masalah lain. Selain harga jual yang rendah, serangan hama ulat juga menjadi kendala serius yang harus mereka hadapi. Akibatnya, biaya untuk membeli obat-obatan guna membasmi hama tersebut pun membengkak. Secara keseluruhan, biaya operasional, termasuk pembelian bibit dan pupuk, juga ikut melonjak. Dengan demikian, biaya produksi yang tinggi tidak diimbangi dengan harga jual yang memadai, sehingga kerugian pun tak terhindarkan.
Menyikapi keluhan pilu ini, Gubernur Khofifah langsung mengambil sikap dan memberikan respons yang cepat dan konkret. Ia segera mengumumkan bahwa Pemerintah Provinsi Jawa Timur berencana untuk menyerap hasil panen tomat yang berlebih di beberapa daerah. Tujuannya jelas, yaitu untuk mengembalikan stabilitas harga di pasaran. “Sebenarnya, langkah ini bukanlah hal baru bagi kami,” tegas Khofifah dengan penuh keyakinan. “Sebagai bukti, strategi serupa telah kami terapkan sebelumnya saat terjadi oversuplai bawang merah di Nganjuk dan ketika harga beras anjlok di Bojonegoro. Prinsipnya, dengan menyerap barang, harga di pasaran lambat laun akan kembali normal,” paparnya menjelaskan.
Yang membedakan dan membuat kebijakan ini istimewa adalah komitmen Pemprov Jatim untuk membeli tomat tersebut dengan harga yang lebih tinggi dari pasar. Khofifah menegaskan bahwa pemerintah akan menyerap seluruh tomat petani dengan harga Rp 4.000 per kilogram, sebuah angka yang telah ditetapkan sebagai titik impas oleh petani sendiri. Selanjutnya, tomat-tomat hasil penyerapan pemerintah ini rencananya akan didistribusikan kepada anak-anak sekolah di sekitar lahan pertanian. Harapannya, tomat segar tersebut dapat menjadi tambahan asupan vitamin yang menyehatkan bagi generasi penerus bangsa.
Tak berhenti di sana, Gubernur Khofifah juga menggalang dukungan yang lebih luas dengan melibatkan kepala daerah di seluruh Jawa Timur. Ia secara resmi meminta para bupati dan wali kota untuk turut serta dalam program penyerapan panen tomat milik petani ini. “Saya mengharapkan semua kepala daerah dapat berpartisipasi aktif,” pintanya. “Kemudian, tomat yang berhasil diserap tersebut dapat dibagikan kepada anak-anak di Paud, TK, dan SD. Bahkan, tomat tersebut bisa diolah menjadi jus yang menyegarkan dan menyehatkan tubuh,” jelas Khofifah tentang rencana pemanfaatan lebih lanjut.
Dengan langkah-langkah strategis dan kolaboratif ini, diharapkan petani tomat di Kabupaten Madiun dan sekitarnya dapat terbebas dari belenggu kerugian. Intervensi pemerintah ini diharapkan tidak hanya menjadi solusi jangka pendek, tetapi juga memberikan rasa aman dan kepastian bagi para petani. Pada akhirnya, sinergi antara pemerintah provinsi, pemerintah daerah, dan para petani inilah yang diharapkan dapat membangun ketahanan pangan yang lebih tangguh di Jawa Timur.
Dapatkan juga berita teknologi terbaru hanya di newtechclub.com