Desapenari.id – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, secara mengejutkan mengumumkan sebuah terobosan besar! Bukan main, pemerintah kini bersiap untuk menerapkan kebijakan wajib campuran etanol sebesar 10 persen (E10) pada semua Bahan Bakar Minyak (BBM) yang kita gunakan sehari-hari. Sebagai gambaran, aturan pencampuran etanol saat ini masih sangat rendah, hanya 5 persen (E5), dan itu pun baru diterapkan secara terbatas pada produk Pertamax Green 95. Oleh karena itu, lompatan ke E10 ini jelas merupakan sebuah revolusi di sektor energi Indonesia yang patut kita sambut.
Lebih hebatnya lagi, Bahlil dengan penuh semangat menegaskan bahwa langkah progresif ini sudah mendapatkan lampu hijau langsung dari orang nomor satu di Indonesia. Tentu saja, dalam sebuah rapat penting, Presiden secara resmi menyetujui rencana penerapan mandatori E10 ini. Sebagai bukti, Bahlil menyampaikan hal tersebut dalam acara bertajuk “Indonesia Langgas Energi” yang berlangsung di Sarinah, Jakarta, pada Selasa, 6 Oktober 2025. Alhasil, dengan dukungan penuh dari pucuk pimpinan negara, proyek ambisius ini memiliki peluang sukses yang sangat besar untuk segera diwujudkan.
Lalu, apa sih sebenarnya tujuan di balik kebijakan gemilang ini? Utamanya, Bahlil menjelaskan bahwa pemerintah punya dua misi besar sekaligus. Pertama, kebijakan ini secara efektif akan menekan laju penggunaan energi fosil yang selama ini menjadi tulang punggung kita. Kedua, secara bersamaan, kita bisa memangkas ketergantungan yang sangat besar terhadap impor bahan bakar dari luar negeri. Bayangkan saja, dengan memanfaatkan etanol dalam negeri, devisa negara yang biasanya melayang untuk impor bisa kita hemat secara signifikan!
Nah, Anda mungkin bertanya-tanya, dari mana sumber etanol ini? Inilah bagian yang paling menarik! Etonol yang akan kita gunakan sepenuhnya bersumber dari tanaman-tanaman lokal yang melimpah ruah di bumi pertiwi. Contohnya, kita bisa memanfaatkan tebu, jagung, dan singkong yang notabene adalah komoditas pertanian andalan Indonesia. Dengan kata lain, kebijakan E10 ini tidak hanya tentang energi, tetapi juga sekaligus menggerakkan roda perekonomian para petani lokal. Maka dari itu, program ini ibarat menyelam sambil minum air; mencapai kemandirian energi sambil memakmurkan petani.
Tak ketinggalan, Bahlil juga dengan bangga membeberkan keunggulan lain dari etanol, yaitu sisi ramah lingkungannya. Dibandingkan dengan bahan bakar fosil yang selama ini kita gunakan, etanol menghasilkan emisi karbon yang jauh lebih rendah. Akibatnya, langit Indonesia diharapkan bisa menjadi lebih biru dan kualitas udara kita pun akan meningkat pesat. Seperti yang diungkapkan Bahlil, “Kita akan campur bensin kita dengan etanol, tujuannya agar kita tidak impor banyak, dan juga untuk membuat minyak yang bersih, yang ramah lingkungan.” Jadi, kebijakan ini adalah komitmen nyata Indonesia dalam memerangi perubahan iklim.
Secara keseluruhan, pemanfaatan etanol ini merupakan bagian sentral dari strategi besar pemerintah untuk mewujudkan kemandirian energi. Selama ini, kita terus bergantung pada energi fosil yang sebagian besarnya justru harus kita datangkan dari negara lain. Oleh karena itu, dengan memiliki sumber energi sendiri yang terbarukan, posisi tawar Indonesia di kancah global akan semakin kuat dan ketahanan energi nasional kita pun menjadi tidak tergoyahkan.
Namun, di balik semua antusiasme ini, Bahlil mengingatkan kita semua untuk tetap realistis. Pasalnya, proses pengembangan dari E5 menuju E10 tidak bisa dilakukan secara instan seperti membalikkan telapak tangan. Butuh waktu yang tidak sebentar untuk mematangkan seluruh rencana ini. Menurut perkiraan beliau, setidaknya diperlukan waktu sekitar 2 hingga 3 tahun sebelum kebijakan E10 benar-benar siap untuk diimplementasikan secara massal di seluruh tanah air.
Jadi, apa yang akan dilakukan selama masa tunggu tersebut? Ternyata, pemerintah tidak akan berhenti berinovasi. Saat ini, E10 masih berada dalam tahap pembahasan dan uji coba yang intensif oleh para ahli. Sebelum diluncurkan, semua aspek harus dinyatakan clear dan terbukti kualitasnya secara ilmiah. Baru setelah semua hasil uji dinyatakan bagus dan memenuhi standar, kebijakan wajib E10 ini akan benar-benar dijalankan. Seperti pesan Bahlil, “Butuh 2-3 tahun terhitung dari sekarang. Jadi kita harus hitung baik-baik dulu.” Dengan demikian, kita bisa memastikan bahwa transisi energi ini berjalan mulus, aman, dan memberikan manfaat optimal bagi seluruh rakyat Indonesia. Siap-siap, masa depan energi Indonesia yang lebih hijau dan mandiri sedang menanti!
Dapatkan juga berita teknologi terbaru hanya di newtechclub.com