JAKARTA, Desapenari.id – Center of Economic and Law Studies (Celios) baru saja membeberkan fakta mencengangkan. Ternyata, banjir bandang dan tanah longsor yang menghantam tiga provinsi di Sumatera bukan cuma soal air dan lumpur. Lebih dari itu, bencana ini secara nyata menyedot kocek perekonomian nasional kita hingga mencapai Rp 68,67 triliun! Sungguh angka yang fantastis dan bikin merinding.
Lalu, bagaimana mungkin bencana di daerah bisa berdampak sebesar ini? Bhima Yudhistira Adhinegara, Direktur Eksekutif Celios, dengan tegas memaparkan analisisnya. Menurutnya, bencana besar di Aceh, Sumatera Utara (Sumut), dan Sumatera Barat (Sumbar) itu telah menekan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. “Secara nasional, terjadi dampak penurunan Produk Domestik Bruto mencapai Rp 68,67 triliun atau setara dengan 0,29 persen,” ungkap Bhima dalam keterangannya pada Jumat (5/12/2025). Bayangkan, bencana lokal mampu mencukur hampir 0,3% dari kekuatan ekonomi kita.
Selanjutnya, Bhima pun menjelaskan alasan di balik efek domino yang masif ini. Pada dasarnya, bencana yang melumpuhkan akses transportasi di suatu daerah pasti akan berimbas secara nasional. Kok bisa? Begini logikanya: ketika jalur distribusi terputus, arus barang konsumsi dan kebutuhan industri di provinsi-provinsi lain otomatis ikut melemah. “Terlebih Sumatera Utara merupakan salah satu simpul industri nasional di Sumatera,” tegas Bhima. Jadi, ketika jantung industri di Sumut berhenti berdetak, seluruh tubuh ekonomi di sekitarnya pun ikut merasa sakit.
Kemudian, untuk memberi gambaran yang lebih jelas, Celios pun merilis rincian kerugian per provinsi yang bakal bikin kamu tercengang. Berdasarkan perhitungan mereka, banjir bandang dan longsor itu membuat perekonomian Aceh anjlok Rp 2,04 triliun; Sumut Rp 2,07 triliun; Sumbar Rp 2,01 triliun; bahkan Riau yang tidak terdampak langsung ikut merasakan pukulan sebesar Rp 2,06 triliun! Tidak berhenti di situ, provinsi-provinsi lain di Sumatera seperti Jambi (Rp 2,08 triliun), Sumatera Selatan (Rp 1,99 triliun), Bengkulu (Rp 2,08 triliun), Lampung (Rp 2,07 triliun), Bangka Belitung (Rp 2,01 triliun), dan Kepulauan Riau (Rp 2,07 triliun) juga ikut terimbas.
Yang lebih mengejutkan lagi, gelombang efek negatif ini ternyata merambat hingga ke luar Pulau Sumatera! DKI Jakarta, misalnya, harus menanggung kerugian ekonomi hingga Rp 1,88 triliun. Begitu pula dengan provinsi-provinsi utama di Jawa: Jawa Barat (Rp 2,07 triliun), Jawa Tengah (Rp 2,06 triliun), DI Yogyakarta (Rp 2 triliun), Jawa Timur (Rp 2,7 triliun), dan Banten (Rp 2,08 triliun). Bahkan Bali yang jauh di sana pun ikut terkena imbas sebesar Rp 1,95 triliun. Ini membuktikan bahwa dalam ekonomi yang terintegrasi, masalah di satu titik bisa dengan mudah menjadi masalah bersama.
Di sisi lain, dari perspektif daerah terdampak langsung, pukulan yang diterima tentu jauh lebih perih. Bhima menyoroti bahwa secara regional, ekonomi Aceh akan menyusut cukup signifikan, yakni sekitar 0,88 persen atau setara Rp 2,04 triliun. Angka ini menggambarkan betapa beratnya beban yang harus dipikul oleh masyarakat di wilayah bencana, di tengah upaya mereka untuk bangkit dan memulihkan kehidupan.
Pada akhirnya, kita tidak boleh lupa akan akar masalah dari semua kerugian fantastis ini. Seperti yang diketahui, tiga provinsi di Sumatera—Aceh, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara—memang dilanda banjir bandang dan tanah longsor yang sangat dahsyat. Berdasarkan laporan BNPB per Senin (1/12/2025), korban jiwa yang meninggal dunia sudah mencapai 836 orang, sementara ratusan orang lainnya masih dinyatakan hilang. Tidak hanya itu, bencana besar ini juga telah mengakibatkan ribuan rumah, fasilitas umum, dan infrastruktur vital hancur berantakan. Oleh karena itu, kerugian material yang luar biasa ini menjadi bukti nyata betapa pentingnya ketangguhan infrastruktur dan sistem peringatan dini.
Dengan demikian, laporan Celios ini bukan sekadar deretan angka. Lebih dari itu, ini adalah alarm keras bagi kita semua. Data tersebut secara gamblang menunjukkan betapa rapuhnya fondasi ekonomi nasional ketika dihadapkan pada guncangan alam yang ekstrem. Selain itu, ini juga menyadarkan kita bahwa investasi dalam mitigasi bencana dan pembangunan infrastruktur yang tangguh bukanlah biaya, melainkan penyelamat bagi perekonomian kita di masa depan. Jadi, apa yang terjadi di Sumatera harus menjadi pelajaran berharga agar kita tidak terus-menerus menanggung kerugian triliunan yang sebenarnya bisa diminimalisir.
Dapatkan juga berita teknologi terbaru hanya di newtechclub.com

