MEDAN, Desapenari.id – Heboh! Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjungbalai akhirnya mengambil tindakan tegas. Mereka langsung menahan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Tanjung Balai, Sumatera Utara, yang berinisial FRP, pada Jumat (19/12/2025). Sebelumnya, FRP telah resmi menjadi tersangka dalam kasus korupsi dana hibah Pemkot Tanjung Balai yang nilainya mencapai Rp 1,2 miliar. Tak hanya itu, penyidik juga turut mengamankan tiga pejabat KPU lainnya yang terlibat. Mereka adalah Sekretaris KPU EAS, Bendahara MRS, dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) barang dan jasa SWU.

Lantas, bagaimana kisah awalnya? Kepala Kejari Tanjungbalai, Bobon Robiana, membeberkan awal mula skandal ini. Ternyata, kasus ini berawal ketika KPU Tanjung Balai menerima dan mengelola dana hibah dari Pemkot dengan nilai yang fantastis, yakni total Rp 16.500.000.000 atau Rp 16,5 miliar. Lebih rinci, pagu anggaran tahun 2023 sebesar Rp 5,8 miliar dan tahun 2024 melonjak menjadi Rp 10,7 miliar. Namun, di balik angka besar itu, tersimpan kejanggalan. Bobon menjelaskan bahwa realisasi penggunaan anggaran oleh KPU hanya tercatat sebesar Rp 10.869.102.399. Sementara itu, sisa dana sebesar Rp 5.630.897.601 telah dikembalikan ke Kas Daerah pada 9 April 2025.

Setelah itu, proses hukum mulai bergulir. Kejaksaan segera memulai penyelidikan begitu informasi dugaan korupsi mengalir. Kemudian, pada 27 Agustus 2025, Kejari pun tak ragu menggeledah Kantor KPU Kota Tanjungbalai. Bahkan, mereka juga memeriksa hingga 75 orang saksi untuk mengungkap kebenaran. Hasilnya? Ternyata sangat mencengangkan!

Yang paling mengejutkan, kerugian negara akhirnya terkuak. “Berdasarkan hasil audit auditor, Penyidik menemukan adanya kerugian keuangan negara sebesar Rp 1.258.339.271,” tegas Bobon. Lalu, dari mana asal kerugian sebesar itu? Bobon memaparkan bahwa kerugian negara tersebut ternyata bersumber dari tiga praktik curang. Pertama, melalui penyimpangan biaya perjalanan dinas (SPPD). Kedua, dari mark up atau penggelembungan harga dalam pembelanjaan barang/jasa. Dan ketiga, dari pelaksanaan kegiatan yang sama sekali tidak dilengkapi laporan pertanggungjawaban (LPJ). Lebih lanjut, Bobon menegaskan, “Penyidik juga telah menemukan dan terpenuhinya minimal dua alat bukti yang sah serta telah ditemukannya perbuatan melawan hukum.”

Tak berhenti di situ, Kejari juga melakukan penyitaan barang bukti. Mereka berhasil menyita uang tunai sejumlah Rp 663.450.500 yang diduga kuat merupakan hasil langsung dari tindak korupsi tersebut. Kini, keempat tersangka sudah dititipkan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Tanjungbalai untuk menjalani proses hukum lebih lanjut. Mereka semua dikenakan pasal yang sangat berat, yaitu Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Sebagai kesimpulan, kasus ini bukan hanya tentang penyelewengan dana hibah. Lebih dari itu, kasus ini menjadi tamparan keras bagi institusi penyelenggara pemilu yang seharusnya menjadi garda terdepan penegak demokrasi. Bagaimana mungkin lembaga yang mengurusi hajat demokrasi rakyat justru menggerogoti uang rakyat? Pada akhirnya, publik hanya bisa berharap proses hukum berjalan transparan dan tanpa tebang pilih, agar keadilan benar-benar ditegakkan.

Dapatkan juga berita teknologi terbaru hanya di newtechclub.com