JAKARTA, Desapenari.id — Hari pertama Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) di Sekolah Rakyat Sentra Handayani, Jakarta Timur, Senin (14/7/2025), berlangsung haru. Air mata mengalir deras saat orangtua melepas buah hati mereka yang akan tinggal di asrama. Para murid datang dengan membawa koper dan tas besar berisi perlengkapan sehari-hari, sementara orangtua mereka tak kuasa menahan sedih.
Sejak pukul 07.00 WIB, Kompas.com mengamati para calon siswa dan orangtua berdatangan dengan seragam putih-merah khas SD. Kepala sekolah dan para guru menyambut mereka di gerbang, memberikan pengarahan singkat sebelum memisahkan anak dari orangtua. “Orangtua hanya boleh mengantar sampai sini,” ujar salah seorang guru tegas namun ramah.
Saat itulah drama kecil pun terjadi. Beberapa ibu langsung memeluk anak mereka erat-erat, tak sanggup menahan tangis. “Yang rajin belajar, ya, Nak!” ucap Ade, seorang ibu, sambil mengusap air mata. Anak-anaknya pun terlihat bingung antara semangat dan rasa rindu yang sudah mulai menggelayut.
Registrasi dan Orientasi Virtual
Setelah melewati gerbang, para siswa menjalani registrasi sebelum diajak ke aula untuk sesi perkenalan daring dengan murid Sekolah Rakyat dari daerah lain. Sementara itu, di luar, beberapa orangtua masih berdiri mematung, mencoba mengintip dari balik pagar.
Suasana serupa terlihat di Sekolah Rakyat Menengah Sentra Terpadu Inten Soeweno, Cibinong, Bogor. Puluhan siswa mengantre panjang di halaman depan asrama menunggu pembagian nomor kamar. Mereka membawa berbagai perlengkapan, mulai dari tas sekolah hingga kantong belanjaan berisi kebutuhan pribadi.
Dewi Nurshiyami (41), warga Cibuluh, Bogor Utara, termasuk salah satu yang datang pagi itu. Ia mendampingi anak asuhnya yang sudah ia rawat sejak kecil. “Ini anak yatim, ayahnya sudah tiada, ibunya kerja serabutan. Saya yang urus semua,” ceritanya dengan nada haru.
Dewi memilih Sekolah Rakyat karena percaya pada program pemerintah. “Ini kan program resmi, pasti lebih terjamin,” ujarnya yakin. Di sekitarnya, beberapa orangtua lain juga terlihat sibuk memastikan anak mereka mendapat kamar yang nyaman.
baca juga: Wamenaker minta Longgarkan Larangan Wisuda Sekolah
Petugas sekolah dengan sigap mengarahkan para siswa ke asrama masing-masing. Beberapa anak terlihat semangat, sementara yang lain masih canggung dan ragu. “Aku dapat kamar nomor berapa, ya?” tanya seorang siswa sambil memandang sekeliling.
Proses pembagian kamar sengaja dilakukan bertahap agar lebih tertib dan adil. “Kami bagi gelombang supaya fasilitas terdistribusi merata,” jelas seorang panitia.
Di balik keriuhan itu, ada cerita-cerita kecil yang menyentuh. Seorang ayah mengangguk pelan sambil berbisik, “Jangan lupa telepon Ibu setiap hari.” Seorang anak perempuan menggenggam erat tangan ibunya sebelum akhirnya berbalik dan melangkah masuk.
Hari pertama MPLS ini bukan sekadar formalitas, tapi babak baru bagi ratusan anak yang akan menjalani hidup mandiri. Bagi orangtua, ini adalah ujian melepas. Bagi siswa, ini awal petualangan mereka menuju masa depan.
Laporan: Tim Liputan Desapenari.id