Desapenari.id – Bayangkan peta hutan yang selama ini jadi acuan ternyata sudah kedaluwarsa dan penuh bolong! Itulah yang sedang genting diperbaiki oleh Dinas Kehutanan Papua Barat. Mereka dengan sigap sedang membongkar pasang peta kawasan hutan dan perairan di tujuh kabupaten. Alhasil, langkah strategis ini bukan cuma untuk memastikan ketepatan tata ruang, tetapi juga secara langsung menjadi landasan kokoh untuk mengelola segala kekayaan alam yang tersimpan.
Kepala Dinas Kehutanan Papua Barat, Jimmy Walter Susanto, lantas membeberkan bahwa tim teknisnya sudah diterjunkan ke lapangan. Mereka dengan cermat sedang mengumpulkan dan mengidentifikasi setiap titik koordinat yang ada. “Tim sementara bekerja melakukan pengumpulan data di lapangan,” ungkap Jimmy pada Minggu (28/9/2025). Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa hasil akhir dari pemetaan ulang ini akan segera menjadi pijakan utama bagi pemerintah provinsi dalam merancang kebijakan pembangunan yang benar-benar berkelanjutan.
Namun demikian, Jimmy secara tegas menekankan bahwa pekerjaan besar ini mustahil dilakukan sendirian. Oleh karena itu, ia mendorong keterlibatan penuh dari berbagai pemangku kepentingan. Mulai dari pemerintah kabupaten, berbagai lembaga teknis, hingga aparat penegak hukum harus bergandengan tangan. Tujuannya jelas: agar hasil pemetaan yang akurat ini bisa segera ditindaklanjuti dengan aksi nyata di lapangan. “Termasuk kegiatan pertambangan yang masuk dalam kawasan hutan lindung dan hutan produksi,” tegasnya, menyelipkan isu krusial yang bakal jadi sorotan.
Nah, inilah bagian yang paling panas! Proses pemetaan ulang ini secara khusus mereka arahkan untuk membereskan aktivitas pertambangan tanpa izin (PETI) yang selama ini ‘bersembunyi’ di dalam kawasan hutan lindung maupun hutan produksi. Jimmy dengan gamblang memaparkan perbedaannya: “Kalau ada dalam hutan produksi yang dapat dikonversi, bisa diterbitkan izin tambang. Akan tetapi, kalau lokasinya berada dalam hutan lindung atau konservasi, mau tidak mau harus ada usulan perubahan status kawasan terlebih dahulu.” Sebagai contoh, sejumlah titik yang kondang sebagai sarang tambang emas ilegal, seperti di Distrik Wasirawi, Kabupaten Manokwari, konon sudah diusulkan untuk dikeluarkan dari kawasan hutan lindung.
Lantas, bagaimana caranya melegalkan aktivitas yang selama ini ‘abu-abu’? Jimmy menyadari bahwa untuk mewujudkan pemanfaatan sumber daya alam tak terbarukan secara legal, mutlak diperlukan kolaborasi yang solid lintas dinas. “Karena provinsi harus menerbitkan Wilayah Usaha Pertambangan (WUP) terlebih dulu, barulah setelah itu kami dari dinas kehutanan bisa membantu dengan memberikan persetujuan penggunaan kawasan hutan. Perlu dicatat, ini khusus hanya untuk kawasan hutan produksi,” paparnya dengan rinci. Artinya, kerjasama yang erat antara Dinas Kehutanan dan Dinas ESDM menjadi kunci penentu.
Di sisi lain, dukungan dari pimpinan tertinggi provinsi ternyata sudah bergulir. Gubernur Papua Barat, Dominggus Mandacan, secara proaktif telah menginstruksikan untuk mempercepat penyusunan Peraturan Gubernur (Pergub) tentang izin pertambangan rakyat. Bahkan, Gubernur dengan optimis menyebutkan bahwa rancangan pergub tersebut merupakan tindak lanjut langsung dari Peraturan Daerah (Perda) Nomor 5 Tahun 2023. “Sekarang (pergub) sedang dibahas. Diharapkan, dalam satu minggu ke depan sudah rampung, kemudian dilanjutkan dengan konsultasi publik,” tuturnya, memberikan timeline yang jelas kepada publik.
Dan inilah fakta mencengangkan yang harus kamu tahu! Ternyata, luas kawasan hutan di Papua Barat telah mengalami penyusutan yang sangat signifikan. Kawasan hutan yang sebelumnya seluas 9,3 juta hektare, dipangkas menjadi hanya 6,3 juta hektare. Pengurangan drastis ini terjadi menyusul pemekaran provinsi baru, Papua Barat Daya. Fakta inilah yang akhirnya membuat upaya pembaruan peta dan penertiban tambang ilegal ini menjadi semakin mendesak dan krusial untuk segera diselesaikan, sebelum hutan yang tersisa habis terkikis.
Dapatkan juga berita teknologi terbaru hanya di newtechclub.com