Polresta Solo Hentikan Kasus Ayam Goreng Widuran: mengapa?

SOLO, Desapenari.id – Kepolisian Resor Kota (Polresta) Solo resmi menghentikan penyelidikan terkait laporan penggunaan bahan nonhalal di warung Ayam Goreng Widuran. Mochammad Burhannudin, warga Kauman, Pasar Kliwon, sebelumnya melaporkan kasus ini pada Senin (26/5/2025) karena merasa prihatin atas keresahan umat Muslim di Solo.

AKP Prastiyo Triwibowo, Kasatreskrim Polresta Solo, menegaskan bahwa kasus ini tidak memenuhi unsur pidana. “Secara hukum, ini bukan ranah kami. Ini wewenang Pemerintah Kota Solo melalui sanksi administratif,” jelas Prastiyo, Senin (2/6/2025). Polisi justru mendukung upaya kolaborasi dengan Pemkot untuk menertibkan pelaku usaha.

Ia merujuk pada Pasal 26 dan 27 UU No. 33/2014 tentang Jaminan Produk Halal, yang mewajibkan pelaku usaha mencantumkan keterangan halal. Namun, aturan ini memiliki celah: jika usaha tidak mengklaim produknya halal, sertifikasi tidak wajib. “Kalau tidak ada klaim halal, sanksinya hanya administratif,” tambah Prastiyo.

Polisi juga menyoroti status pelapor. Karena Burhannudin bukan konsumen langsung, laporannya dikategorikan sebagai informasi, bukan aduan resmi. “Legal standing-nya kurang kuat. Dia tidak membeli produk tersebut, hanya menyampaikan keresahan masyarakat,” ujar Prastiyo.

Sebelumnya, Burhannudin mengaku melapor karena merasa umat Muslim Solo “tertipu”. Warung Ayam Goreng Widuran, yang berdiri sejak 1972, baru belakangan mengakui menggunakan bahan nonhalal. “Umat Islam baru tahu sekarang, padahal sudah puluhan tahun mengonsumsinya. Ini menimbulkan kegelisahan,” ujarnya.

Ia mendesak Pemkot Solo mengambil langkah tegas. Menurutnya, semua pelaku usaha harus transparan mencantumkan status halal atau nonhalal. “Yang nonhalal wajib diberi label, yang halal segera urus sertifikat. Jangan sampai masyarakat dirugikan,” tegas Burhannudin.

Dengan berhentinya penyelidikan polisi, kini sorotan beralih ke Pemkot Solo. Masyarakat menunggu apakah akan ada sanksi administratif atau sosialisasi lebih masif terkait labelisasi halal. Warung Ayam Goreng Widuran sendiri belum memberikan pernyataan lebih lanjut.

Kasus ini menguak kelemahan aturan sertifikasi halal. Di satu sisi, UU mewajibkan pelaku usaha mencantumkan status halal, tetapi di sisi lain, tidak ada sanksi pidana jika tidak ada klaim. Akibatnya, banyak usaha skala kecil “aman” tanpa sertifikat selama tidak mengaku halal.

Burhannudin berharap insiden ini jadi momentum perubahan. “Jangan sampai ada lagi masyarakat yang terkecoh. Harus ada kepastian hukum,” tandasnya. Sementara itu, Polresta Solo memastikan tetap memantau perkembangan kasus meski tidak menanganinya secara pidana.

Baca Juga: Porsche Tabrak Toyota Rush di Tol Sidoarjo-Porong, Simak!

Sejumlah warga Solo mengaku kecewa dengan berhentinya proses hukum. “Kalau hanya sanksi administratif, apa efek jera-nya?” tanya Ahmad, salah satu konsumen. Namun, sebagian lain memahami bahwa ini memang bukan ranah pidana.

Pakar hukum Universitas Sebelas Maret, Dr. Fitria Wulandari, menilai Pemkot harus lebih proaktif. “Perlu sosialisasi intensif dan pendampingan bagi UMKM terkait sertifikasi halal,” sarannya.

Kini, semua pihak menunggu tindak lanjut Pemkot Solo. Apakah akan ada pemeriksaan mendadak ke warung-warung? Atau justru hanya imbauan tanpa penindakan? Yang jelas, kasus Ayam Goreng Widuran telah memantik kesadaran baru akan pentingnya transparansi produk halal.

Kasus ini seharusnya jadi alarm bagi pemerintah dan pelaku usaha. Masyarakat butuh jaminan kehalalan produk, bukan sekadar retorika. Jika regulasi masih setengah hati, bukan tidak mungkin laporan serupa akan terus bermunculan. Bagaimana Pemkot Solo merespons, kita tunggu bersama.

More From Author

100 Hari Kerja Bupati Purwakarta: Mahasiswa dan Pengamat Soroti terkait ini

HNW Tegaskan: Travel Jangan Sampai Tipu Calon Jemaah dengan Janji Visa Furoda!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *