Desapenari.id – Aksi unjuk rasa di Serbia benar-benar memanas dan mencapai titik didih! Pada Jumat (5/9/2025), polisi Serbia secara paksa membubarkan aksi demonstran di kampus Universitas Novi Sad dengan menggunakan gas air mata dan granat kejut. Peristiwa ini langsung menyulut ketegangan besar antara massa dan aparat keamanan.

Tanpa menunggu lama, ribuan pengunjuk rasa yang marah pun membanjiri area kampus. Mereka dengan lantang menuntut diselenggarakannya pemilu cepat yang mereka harap dapat menggulingkan Presiden Aleksandar Vucic dan partai penguasanya, Partai Progresif Serbia (SNS). Suasana mencekam langsung menyelimuti kampus universitas negeri tersebut pada malam hari.

Tanpa rasa takut, para demonstran pun membentangkan spanduk-spanduk berisi tuntutan mereka. Spanduk bertuliskan “Kami tidak ingin blokade, kami ingin pemilu” dan “Mahasiswa memiliki satu tuntutan mendesak: Adakan pemilu” terpampang jelas. Bahkan, mereka terus-menerus meneriakkan yel-yel penuh amarah, “Vucic, pergi!”, yang menggema di seluruh area kampus.

Akibatnya, bentrokan fisik tak terelakkan lagi dan pecah di depan Fakultas Filsafat. Para demonstran, yang tidak bisa menahan emosi, mulai melemparkan suar ke arah polisi. Sebagai balasannya, aparat keamanan pun menembakkan gas air mata dan granat kejut secara bertubi-tubi untuk membubarkan kerumunan yang sudah sangat panas tersebut.

Selanjutnya, Presiden Vucic sendiri angkat bicara mengenai insiden berdarah ini. Ia menyatakan bahwa sedikitnya 11 anggota polisi mengalami luka-luka akibat bentrokan tersebut. Namun, sampai saat ini, tidak ada laporan resmi sama sekali mengenai jumlah korban dari pihak demonstran, yang menimbulkan banyak tanda tanya.

Dengan tegas, Vucic kemudian menegaskan komitmennya kepada para wartawan. “Kami tidak akan membiarkan penghancuran lembaga-lembaga negara. Serbia adalah negara yang kuat dan bertanggung jawab,” ujarnya seperti dikutip dari Reuters pada Sabtu (6/9/2025). Pernyataan ini semakin memperjelas posisinya yang tidak mau berkompromi dengan para pengunjuk rasa.

Lebih jauh lagi, Vucic bahkan menuding ada campur tangan dinas keamanan asing di balik gelombang protes yang mengguncang negara tersebut. Tidak hanya itu, ia juga mengumumkan bahwa para pendukungnya akan menggelar aksi tandingan di sejumlah kota pada Minggu (7/9/2025), yang berpotensi memicu ketegangan baru.

Sebenarnya, protes terhadap Vucic dan SNS telah berlangsung berbulan-bulan dan menyebar di berbagai wilayah Serbia. Awalnya, demonstrasi ini dipicu oleh tragedi runtuhnya atap stasiun kereta api yang baru direnovasi di Novi Sad pada November lalu, yang menewaskan 16 orang. Masyarakat pun menyimpan kemarahan yang terpendam sejak saat itu.

Selama ini, sebagian besar aksi unjuk rasa berlangsung secara damai. Namun, situasi berubah drastis pada 13 Agustus lalu ketika bentrokan pertama kali terjadi dan menyebabkan puluhan warga sipil serta aparat terluka. Peristiwa itu menjadi titik balik yang mengubah dinamika protes secara keseluruhan.

Para pengunjuk rasa dengan keras menuduh bahwa korupsi yang merajalela di dalam pemerintah menjadi akar penyebab tragedi di stasiun Novi Sad. Oleh karena itu, mereka mendesak agar pemilihan umum dini segera dilaksanakan untuk membuka jalan bagi pergantian kepemimpinan nasional.

Selain itu, mahasiswa, kelompok oposisi, dan pengawas antikorupsi juga melontarkan tuduhan serius terhadap Vucic dan sekutu-sekutunya. Mereka meyakini bahwa rezim yang berkuasa memiliki keterkaitan erat dengan kejahatan terorganisir. Tuduhan ini semakin mencoreng wajah pemerintah di mata publik.

Lebih spesifik lagi, mereka menuduh pemerintah menggunakan kekerasan terhadap lawan-lawan politiknya dan secara sistematis menekan kebebasan pers. Sudah pasti, pemerintah membantah semua tuduhan ini dengan keras dan menyatakannya sebagai fitnah.

Salah satu pengunjuk rasa, Nebojsa Korac, dengan lugas menyampaikan solusi yang diinginkan oleh massa. “Solusinya adalah mengadakan pemilu,” katanya dengan penuh keyakinan. Ia mewakili suara ribuan orang yang menginginkan perubahan.

“Di pihak kami, kami ingin perdamaian dan demokrasi terwujud, serta lembaga politik menjalankan tugasnya. Itu berarti mengadakan pemilu, dan itu akan menjadi solusinya, karena pemerintahan akan berganti,” ujarnya menambahkan. Pernyataan ini mencerminkan harapan besar rakyat untuk masa depan Serbia yang lebih baik.

Singkatnya, situasi di Serbia sedang sangat kritis dan tidak menentu. Ketegangan antara pemerintah dan rakyat terus memuncak, dan dunia internasional pun memperhatikan dengan cermat setiap perkembangan yang terjadi. Mampukah Presiden Vucic bertahan dari gelombang protes besar-besaran ini? Hanya waktu yang akan menjawabnya.

Dapatkan juga berita teknologi terbaru hanya di newtechclub.com