Skandal Suap Hakim CPO Terungkap, Tuntutan Berat Belasan Tahun Bui Menanti

Desapenari.id – Bayang-bayang belasan tahun penjara kini menghantui para mantan hakim dan panitera yang terlibat dalam skandal suap besar-besaran! Seperti melansir laporan Desapenari.id, mantan Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta, hingga hakim nonaktif Djuyamto akhirnya harus berhadapan dengan tuntutan berat. JPU secara resmi menuntut mereka atas perannya dalam memuluskan vonis lepas (ontslag) bagi tiga korporasi Crude Palm Oil (CPO). Sungguh, para mantan ‘wakil Tuhan’ ini dituntut dengan hukuman yang sangat lama, yang disesuaikan dengan peran kunci mereka dalam kasus yang memalukan ini.

Tuntutan Gila 15 Tahun Bui untuk Otak Utama

Mari kita mulai dari otak utamanya, Arif Nuryanta. Dahulu ia berkuasa sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, namun kini JPU dengan tegas menuntutnya 15 tahun penjara! Tidak main-main, ia juga harus menyiapkan denda sebesar Rp 500 juta subsider 6 bulan penjara. Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor PN Jakarta Pusat pada Rabu (29/10/2025), JPU dengan lantang membacakan tuntutan tersebut. Konon, dalam kasus ini, Arif sebagai petinggi pengadilan diduga menjadi dalang yang mempengaruhi para hakim lain untuk memutuskan vonis sesuai pesanan si penyuap. Lebih parah lagi, ia diketahui menerima suap dari pihak korporasi yang diwakili pengacara licik, Ariyanto. Uang haram itu kemudian ia bagi-bagikan kepada para hakim yang terlibat. Akibat ulahnya, Arif juga dipaksa untuk membayar uang pengganti yang nilainya fantastis, Rp 15,7 miliar! Jika ia tak mampu melunasinya, ancaman 5 tahun penjara tambahan sudah menunggu.

Si Penghubung Licik yang Kecipratan Miliaran

Lalu, bagaimana modus suap ini bisa berjalan mulus? Ternyata, ada seorang ‘penghubung’ yang berperan vital, yaitu Wahyu Gunawan, seorang Panitera Muda nonaktif PN Jakarta Utara. Atas perannya yang krusial ini, ia pun dituntut hukuman 12 tahun penjara plus denda Rp 500 juta subsider 6 bulan. Wahyu bertindak sebagai jembatan rahasia antara korporasi dan pengadilan. Ia lah yang telah lama mengenal Ariyanto, sang pengacara korporasi CPO. Di sisi lain, ia juga punya hubungan dekat dengan Arif Nuryanta. Alhasil, ketika klien Ariyanto berurusan di Pengadilan Tipikor PN Jakpus, Wahyu menjadi orang pertama yang dihubungi. Dengan licik, ia setuju untuk mempertemukan Ariyanto dengan Arif Nuryanta. Selanjutnya, Wahyu aktif sekali menyampaikan pesan dan mengatur pertemuan rahasia antara keduanya. Karena kelicikannya itu, ia pun ‘kecipratan’ uang suap senilai Rp 2,4 miliar. Namun, jaksa menuntut semua uang itu harus dikembalikan! Jika tidak, harta bendanya akan disita untuk negara, ditambah ancaman kurungan tambahan 6 tahun penjara.

Tiga Hakim Pemberi Vonis Lepas Dihantam Tuntutan Serupa

Bagaimana dengan para hakim yang langsung memutuskan perkara? Ternyata, tiga hakim yang tergabung dalam majelis dan memberikan vonis lepas kepada korporasi CPO juga tidak luput dari keadilan. Mereka adalah Djuyamto (ketua majelis), Agam Syarif Baharudin, dan Ali Muhtarom. Ketiganya dituntut hukuman yang sama, yaitu 12 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan penjara. Mereka diduga telah menerima suap sehingga memutuskan perkara tidak sesuai dengan hati nurani. Meski lama pidananya sama, nilai uang pengganti yang harus mereka bayar berbeda-beda, disesuaikan dengan besaran suap yang mereka terima. Djuyamto, sebagai ketua majelis, dituntut membayar uang pengganti Rp 9,5 miliar subsider 5 tahun penjara. Sementara itu, kedua hakim anggota, Agam dan Ali, masing-masing dituntut membayar Rp 6,2 miliar subsider 5 tahun penjara. Berdasarkan fakta persidangan, ketiganya berhasil dipengaruhi oleh Arif Nuryanta dan Wahyu Gunawan. Akhirnya, majelis hakim itu pun memberikan vonis lepas sesuai pesanan korporasi yang disampaikan oleh Arif dan Wahyu.

KONSTRUKSI KASUS: Uang Suap Rp 40 Miliar Digelontorkan, Semua Pihak Mengaku Bersalah!

Bayangkan, total uang suap yang diterima oleh kelima terdakwa ini mencapai nilai yang mencengangkan, yakni Rp 40 miliar! Tindakan mereka jelas melanggar Pasal 6 Ayat 2 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Yang membuat kita semakin yakin akan kesalahan mereka, dalam persidangan, seluruh hakim telah mengaku menerima uang suap. Beberapa kali, Djuyamto menyatakan penyesalan dan rasa bersalahnya. Pernyataan serupa juga diungkapkan oleh Agam Syarif dan Ali Muhtarom. Namun, Arif Nuryanta sebagai pembagi suap sempat berkilah bahwa ia tidak pernah memberikan arahan khusus kepada Djuyamto dan kawan-kawan. Saat ini, para pemberi suap kepada Arif Nuryanta dkk juga telah dihadapkan di persidangan terpisah. Mereka adalah Marcella Santoso, Ariyanto, dan Junaedi Saibih selaku pengacara korporasi. Selain itu, turut diseret pula perwakilan Legal Wilmar Group, M. Syafei, serta dua orang terdakwa kasus perintangan penyidikan, yaitu Direktur pemberitaan Jaktv nonaktif Tian Bahtiar dan bos buzzer M Adhiya. Keenam terdakwa ini akan segera menanti tuntutan mereka dalam berkas perkara yang terpisah.

Dapatkan juga berita teknologi terbaru hanya di newtechclub.com

More From Author

Kronologi Polisi Curi Mobil Atasan, Sembunyikan di RS, dan Tertangkap GPS

Tragedi Kemanusiaan di Rio Usai Penggerebekan Geng Narkoba Tewaskan Ratusan Orang

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *