Desapenari.id – Presiden Rusia Vladimir Putin dengan tegas menyampaikan sebuah ultimatum yang mengguncang; perang di Ukraina hanya akan berakhir jika Kyiv secara total menarik semua pasukannya dari wilayah-wilayah yang dengan gigih diklaim Moskow sebagai milik mereka. Selanjutnya, dia secara gamblang menyatakan bahwa operasi militernya yang mematikan bisa saja dihentikan, namun dengan satu syarat mutlak: Ukraina harus segera meninggalkan wilayah sengketa tersebut. Bahkan lebih mengejutkan lagi, Putin mengancam bahwa jika Ukraina tetap bersikeras tidak menyerah, Rusia dengan tanpa ragu akan merebutnya dengan paksa melalui kekuatan militer mereka yang dahsyat, seperti yang dilaporkan AFP pada Kamis (27/11/2025). Pada intinya, Putin menegaskan, “Jika pasukan Ukraina benar-benar meninggalkan wilayah yang saat ini mereka kuasai, maka kami dengan segera akan menghentikan operasi tempur. Namun, jika mereka menolak, kami terpaksa akan mencapainya dengan cara-cara militer yang tidak terelakkan,” ujarnya selama kunjungannya ke Kirgistan.
Sementara itu, di medan pertempuran, tentara Rusia terus menunjukkan kemajuan yang stabil. Secara perlahan namun pasti, mereka terus bergerak maju di wilayah Ukraina timur melalui serangkaian pertempuran sengit yang menghadapkan mereka melawan pasukan Ukraina yang jelas-jelas kalah jumlah dan juga sangat ketinggalan dalam hal persenjataan. Akibatnya, Rusia saat ini dengan percaya diri menguasai sekitar seperlima dari total wilayah Ukraina. Di sisi lain, wilayah-wilayah pendudukan inilah yang justru menjadi ganjalan terbesar dalam setiap proses perdamaian, karena Kyiv sendiri telah berulang kali menegaskan bahwa mereka sama sekali tidak akan menyerahkan satu jengkal pun tanah air mereka.
Selain masalah teritorial, isu lain yang juga mencuat ke permukaan dan menjadi bahan perdebatan panas adalah mengenai jaminan keamanan dari Barat bagi Ukraina. Tanpa ragu, Pemerintah Ukraina dengan lantang menyatakan bahwa jaminan keamanan yang konkret mutlak diperlukan untuk mencegah Rusia melakukan invasi kembali di masa depan. Namun di lain pihak, Washington justru kembali mendorong upaya untuk mengakhiri perang yang hampir memasuki tahun keempat ini. Menariknya, Amerika Serikat (AS) secara diam-diam mengajukan sebuah rencana yang mereka siapkan tanpa melibatkan sekutu Eropa dan juga Ukraina, lalu mereka berharap dapat mematangkan rencana ini dalam pembicaraan langsung dengan Moskow dan Kyiv.
Awalnya, rancangan awal rencana tersebut konon memuat ketentuan kontroversial dimana Ukraina harus menarik diri dari wilayah Donetsk di timur, sementara AS secara de facto akan mengakui Donetsk, Crimea, dan Lugansk sebagai bagian dari Rusia. Namun, tidak disangka, rencana ini langsung menuai kritik pedas dari Kyiv dan juga sejumlah negara Eropa. Akhirnya, terpaksa AS harus merevisi rencana itu pada akhir pekan lalu, meskipun mereka belum memublikasikan versi terbarunya yang telah disunting.
Menanggapi hal ini, Putin mengaku bahwa Moskow sudah melihat rancangan terbaru yang dia sebut lebih ringkas dan berpotensi menjadi titik awal perundingan. Dia dengan optimis menyatakan, “Secara keseluruhan, kami sepakat bahwa hal itu dapat menjadi dasar bagi kesepakatan di masa depan,” ujar Putin tentang draf yang katanya telah dipangkas menjadi sekitar 20 butir. Meskipun demikian, dia kembali menegaskan dengan keras bahwa Rusia tetap menginginkan pengakuan internasional atas wilayah-wilayah pendudukan tersebut, sebuah hal yang mustahil bagi Ukraina.
Sebagai bentuk penolakan tegas, pernyataan Putin itu langsung dibantah keras oleh Kepala Staf Kepresidenan Ukraina Andriy Yermak. Dia bersumpah, “Selama Zelensky masih menjadi presiden, tidak seorang pun boleh berharap kami menyerahkan wilayah. Ia sama sekali tidak akan menandatangani perjanjian yang melepas wilayah,” tegas Yermak dalam wawancara eksklusif dengan media AS, The Atlantic. Sebagai gantinya, hal realistis yang bisa dibicarakan saat ini sebenarnya hanya soal menetapkan garis kontak,” lanjutnya, yang merujuk pada garis depan pertempuran sepanjang sekitar 1.100 kilometer yang memisahkan kedua kubu.
Sementara jalur diplomasi berjalan, Putin mengungkapkan bahwa utusan AS, Steve Witkoff, dijadwalkan akan mengunjungi Moskow pekan depan untuk membahas dokumen hasil revisi tersebut. Di waktu yang hampir bersamaan, Yermak juga menyebut bahwa Menteri Angkatan Darat AS Dan Driscoll akan datang ke Kyiv pada pekan ini, menunjukkan intensitas komunikasi yang tinggi.
Kembali ke situasi medan perang, dalam pernyataannya yang lain, Putin kembali mengklaim dengan lantang bahwa Rusia telah berhasil mengepung pasukan Ukraina di Pokrovsk dan Myrnograd di wilayah Donetsk, Ukraina timur. Perlu diketahui, daerah tersebut saat ini memang menjadi salah satu titik pertempuran paling sengit dan menjadi sasaran utama serangan Moskow. Dengan penuh keyakinan, Putin menyatakan, “Krasnoarmeysk dan Dimitrov sepenuhnya terkepung,” sambil menggunakan nama Rusia untuk kota Pokrovsk dan Myrnograd. Tak hanya itu, dia menambahkan bahwa pasukan Rusia juga terus bergerak maju di Vovchansk dan Siversk serta mendekati kota Guliaipole yang sangat penting sebagai simpul logistik Ukraina.
Menurut analisis Putin, serangan Rusia yang gencar ini mustahil untuk dibendung, sehingga hampir tidak ada yang bisa dilakukan Ukraina untuk menghentikannya. Akan tetapi, klaim pengepungan ini kembali dibantah keras oleh Pemerintah Ukraina. Mereka dengan tegas menegaskan bahwa pasukannya masih kokoh menahan garis pertahanan di sepanjang front.
Di luar masalah medan tempur, Putin yang telah berkuasa selama 25 tahun itu juga mempertanyakan legitimasi Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky. Dia berargumen bahwa penandatanganan perjanjian apa pun dengan Zelensky saat ini secara hukum hampir mustahil dilakukan. Tidak mengherankan, pernyataan kontroversial itu langsung memicu gelombang keberatan dari Kyiv dan sekutu Baratnya, yang dengan cepat menilai komentar tersebut sebagai upaya licik untuk merusak proses negosiasi yang sedang berjalan.
Untuk memberikan gambaran yang lebih nyata, data yang dianalisis AFP dari lembaga think tank ternama berbasis di AS, Institute for the Study of War (ISW), secara mengejutkan menunjukkan bahwa pasukan Rusia berhasil merebut rata-rata 467 kilometer persegi wilayah Ukraina setiap bulan sepanjang tahun 2025. Yang lebih mencengangkan, luas wilayah yang berhasil direbut ini ternyata meningkat signifikan dibandingkan dengan capaian Rusia pada tahun 2024.
Sebagai pengingat, Rusia pertama kali melancarkan invasi skala penuh ke Ukraina pada Februari 2022. Invasi ini tidak hanya memicu konflik bersenjata terburuk di Eropa sejak Perang Dunia II, tetapi juga telah menewaskan ratusan ribu jiwa dan memaksa jutaan warga Ukraina yang tidak berdosa harus meninggalkan rumah mereka demi mencari tempat yang lebih aman, sebuah tragedi kemanusiaan yang masih berlanjut hingga detik ini.
Dapatkan juga berita teknologi terbaru hanya di newtechclub.com

