WASHINGTON DC, Desapenari.id – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump akhirnya memutuskan untuk mengirim sistem pertahanan udara Patriot ke Ukraina. Keputusan ini muncul setelah Trump semakin frustrasi dengan sikap Presiden Rusia Vladimir Putin yang dinilai tidak serius mencari jalan damai untuk mengakhiri invasi Moskwa.
“Kami akan memberikan Patriot kepada mereka, karena mereka sangat membutuhkannya,” tegas Trump kepada awak media di Pangkalan Gabungan Andrews, Maryland, Minggu (13/7/2025). Ia menyayangkan sikap Putin yang dianggap plin-plan. “Dia bicara manis, tapi malah menyerang di malam hari. Ini masalah besar, dan saya tidak suka,” tambahnya, seperti dilansir Al Jazeera, Senin (14/7/2025).
Pernyataan ini sekaligus menegaskan perubahan sikap Trump, yang sebelumnya sempat enggan memberikan dukungan militer lebih lanjut kepada Kyiv.
Trump terlebih dahulu melempar sinyal dengan membuka keran penjualan senjata ke sekutu NATO di Eropa, dengan rencana senjata-senjata itu kemudian akan mereka salurkan ke Ukraina. Bahkan, pekan ini, ia berencana bertemu Sekretaris Jenderal NATO Mark Rutte di Washington DC untuk membahas rencana pengiriman senjata lebih lanjut.
Axios memberitakan, dua sumber anonim mengungkapkan bahwa Trump akan membuat pengumuman penting terkait Rusia pada Senin, termasuk kemungkinan pengiriman senjata ofensif ke Ukraina. Ini menjadi penanda pergeseran kebijakan Trump, yang sejak kampanye selalu mengklaim bisa mengakhiri perang dengan cepat.
Namun, belakangan, Trump justru kesal karena Putin menolak proposal perdamaian. Putin sempat menyatakan kesediaannya untuk menghentikan sementara serangan, tetapi akhirnya menolak proposal gencatan senjata tanpa syarat selama 30 hari dari AS. Moskwa beranggapan Kyiv akan memanfaatkan kesempatan ini untuk memperkuat kembali pasukannya.
“Dia hanya memberi kami omong kosong,” kritik Trump pada Selasa lalu. “Dia selalu terlihat baik, tapi ternyata tidak ada artinya.” Kritikan pedas ini menunjukkan betapa hubungan kedua pemimpin semakin memanas.
Padahal, sejak kembali ke Gedung Putih pada Januari 2025, Trump sempat mengurangi bantuan militer ke Ukraina. Ia menganggap dukungan AS selama ini membebani pembayar pajak dan bahkan menyebut Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky sebagai penghalang perdamaian.
Meski begitu, Ukraina masih menerima pasokan senjata dari dana yang disetujui era Joe Biden. Hanya saja, Trump sebelumnya menolak menyetujui pengiriman senjata baru. Namun, pada 7 Juli lalu, ia mengumumkan perubahan kebijakan dengan mulai mengizinkan pengiriman senjata pertahanan.
baca juga: Rusia Hantam Ukraina dengan Serangan Terbesar, 12 Tewas
Namun, ia kembali menegaskan kekecewaannya pada Putin. “Saya sangat kecewa padanya. Saya kira dia orang yang menepati janji, tapi ternyata tidak. Kami tidak akan mentolerir ini,” tegasnya.
Di sisi lain, Senator AS Lindsey Graham, salah satu pendukung utama Ukraina di Kongres, mengumumkan rancangan undang-undang sanksi bipartisan. Graham yakin, RUU ini akan memberi Trump kekuatan besar untuk menekan Rusia.
“Paket sanksi ini akan memberikan Presiden Trump ‘palu godam’ untuk mengakhiri perang,” jelas Graham dalam wawancara dengan Face the Nation di CBS News. “Dia bisa mengenakan tarif 500% pada negara mana pun yang membantu Rusia. Fleksibilitas sepenuhnya ada di tangannya.”
Dengan langkah-langkah ini, AS semakin menunjukkan keseriusannya dalam mendukung Ukraina, sekaligus memberi tekanan maksimal pada Putin. Perkembangan terbaru ini juga membuktikan bahwa Trump mulai mengambil pendekatan lebih tegas setelah sebelumnya berharap pada diplomasi.
Kini, semua mata tertuju pada pengumuman Trump besok. Akankah ia benar-benar mengirim senjata ofensif atau justru memilih strategi lain? Satu hal yang pasti: ketegangan AS-Rusia semakin memanas, dan Ukraina mungkin akan segera mendapatkan bantuan besar-besaran.