Walk Out Massa Dewan DKI Warnai Penolakan Pengesahan APBD 2026

JAKARTA, Desapenari.id – Suasana di Ruang Paripurna Gedung DPRD DKI Jakarta pada Rabu (12/11/2025) tiba-tiba berubah mencekam dan penuh ketegangan. Bahkan, kericuhan tak terelakkan setelah sejumlah anggota dewan dengan penuh amarah memutuskan untuk walk out di tengah-tengah pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2026. Pada akhirnya, aksi meninggalkan ruang sidang ini secara terang-terangan dilakukan oleh beberapa fraksi yang menolak keras untuk melanjutkan pembahasan. Mereka berargumen bahwa rancangan anggaran tersebut sama sekali tidak mencerminkan hasil pembahasan yang telah disepakati di tingkat komisi, terlebih lagi, anggaran itu dianggap mengabaikan aspirasi masyarakat yang seharusnya mereka wakili.

Berdasarkan pantauan langsung di lokasi, keributan hebat ini sebenarnya telah dipicu oleh penyampaian laporan hasil pembahasan dari Badan Anggaran (Banggar) mengenai Ranperda APBD 2026. Salah satu pemicu kemarahan terbesar adalah keputusan kontroversial untuk menghapus subsidi pangan murah senilai Rp 300 miliar yang sebelumnya secara khusus ditujukan untuk membantu warga miskin. Akibatnya, keputusan ini langsung memantik gelombang protes yang beruntun dari para anggota dewan.

Sebagai respons pertama, Anggota Komisi C DPRD DKI Jakarta, Lukmanul Hakim, dengan berani menyampaikan interupsi. Dia dengan lantang menuding bahwa alasan di balik penghapusan subsidi tersebut sama sekali tidak masuk akal dan terkesan menyesatkan. “Pengurangan untuk subsidi pangan murah kepada masyarakat Rp 300 miliar itu harusnya jangan dilakukan. Menurut informasi yang kami dapat dari rapat-rapat sebelumnya, alasan dikuranginya anggaran ini adalah karena programnya tidak diminati, khususnya untuk komoditas daging dan susu UHT. Namun, saya nyatakan di sini bahwa alasan itu adalah kebohongan belaka!” tegas Lukmanul Hakim dengan suara meninggi.

Sejalan dengan protes keras tersebut, Anggota Fraksi PSI, Josephine Simanjuntak, juga tak ketinggalan melayangkan kritik pedas. Dia dengan tegas menyoroti kebijakan pemotongan anggaran yang justru menyasar sektor-sektor paling vital dan sangat dibutuhkan oleh warga. Yang membuatnya geram, sementara anggaran untuk rakyat dipangkas, alokasi dana hibah untuk kelompok-kelompok tertentu justru mendapat peningkatan yang signifikan. “Kami melihat alasan pengurangan ini benar-benar tidak masuk akal. Faktanya di lapangan, warga justru semakin kesulitan untuk mengakses pangan murah. Anehnya, dana sosial justru diturunkan secara drastis dari Rp 1,02 triliun menjadi hanya Rp 655 miliar. Di sisi lain, dana hibah untuk Forkopimda dan organisasi massa malah mencapai Rp 315 miliar. Bagi kami, ini adalah kebijakan yang sama sekali tidak logis!” papar Josephine dengan penuh emosi.

Lebih lanjut, Josephine menegaskan bahwa Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI seharusnya memprioritaskan alokasi anggaran untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat secara langsung. Bukannya malah, uang rakyat dialihkan untuk pos-pos hibah dan berbagai kegiatan seremonial yang dinilai kurang mendesak. Oleh karena itu, dia mendesak adanya koreksi fundamental terhadap draft anggaran yang ada.

Meskipun dihujani oleh berbagai interupsi dan protes yang berlarut-larut, Ketua DPRD DKI Jakarta, Khoirudin, tampaknya bersikukuh untuk melanjutkan rapat. Dengan cepat, dia langsung menanyakan persetujuan forum terhadap Ranperda APBD 2026 tanpa memberikan ruang untuk pembahasan lebih lanjut. “Kami ingin menanyakan kepada forum Rapat Paripurna Dewan yang terhormat ini. Apakah Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2026, untuk ditetapkan menjadi Peraturan Daerah, dapat disetujui?” tanya Khoirudin dengan tergesa.

Spontan, beberapa anggota dewan langsung berteriak keras, “Tidak!” sebagai bentuk penolakan. Akan tetapi, Khoirudin sama sekali tidak menggubris suara-suara penentang itu. Dengan cepat, dia langsung mengetok palu sebanyak tiga kali sebagai tanda persetujuan final. Tindakan inilah yang kemudian memicu suasana ruang rapat menjadi semakin ricuh dan tidak terkendali.

Disertai dengan teriakan protes, sejumlah anggota dewan dengan lantang meminta agar mekanisme voting per fraksi segera dilakukan untuk memastikan transparansi dan keadilan. “Pimpinan interupsi dong, kalau ada voting lah kita, jangan langsung asal ketok palu dong,” ucap salah satu anggota dewan dengan nada tinggi. “Harusnya diabsen dulu pimpinan per fraksi setuju atau enggak,” timpal anggota lainnya, mencoba memberikan solusi.

Namun, Khoirudin tetap pada pendiriannya. Dia memutuskan untuk melanjutkan sidang dan segera menutup paripurna setelah kembali mengetok palu tiga kali. Keputusan sepihak inilah yang akhirnya memicu aksi walk out secara besar-besaran oleh sejumlah anggota dewan dari berbagai fraksi. Mereka yang dengan tegas meninggalkan ruang sidang di antaranya adalah Josephine Simanjuntak, Francine Widjojo, dan Justin Adrian Untayana dari Fraksi PSI; Astrid Kuya dan Bebizie Fatlanay dari Fraksi PAN; serta Ida Mahmudah, Ketua Komisi D dari Fraksi PDIP.

Menanggapi kericuhan yang sempat membuat geger sidang paripurna ini, Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, berusaha meredakan situasi dengan memberikan penegasan. Dia membantah keras adanya pemotongan subsidi pangan dalam APBD 2026. Pramono memastikan bahwa pemerintah provinsi tetap mendengarkan dan menampung segala masukan dari DPRD. “Yang berkaitan dengan subsidi pangan dalam APBD itu merespon apa yang menjadi masukan dari anggota dewan yang terhormat, saya tegaskan di sini bahwa tidak ada pemotongan untuk hal itu,” ucap Pramono dengan nada menenangkan.

Sebagai bentuk komitmen terhadap fleksibilitas anggaran, dia juga membuka peluang lebar-lebar untuk melakukan penyesuaian lebih lanjut pada APBD Perubahan 2026 jika nantinya masih ditemukan ketidaksesuaian atau kekeliruan. “Nanti kalau memang masih perlu adanya perubahan, tentu saja perubahan itu akan kami lakukan di APBD perubahan. Tetapi yang ingin saya tekankan kembali bahwa tidak ada pemotongan,” tutup Pramono mencoba memberikan penjelasan akhir. Namun, penjelasan ini tampaknya belum sepenuhnya meredakan kemarahan para anggota dewan yang telah lebih dulu kecewa dengan proses pengesahan yang dianggap dipaksakan.

Dapatkan juga berita teknologi terbaru hanya di newtechclub.com

More From Author

Tiga Pejabat Desa Madobag Diciduk Polisi Terkait Dugaan Korupsi APBDes Rp1,1 Miliar.

Pergerakan Sesar Lembang Sebabkan Retakan dan Runtuhan Batu di Gunung Batu

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Partner Kita