Tanjungpinang (Desapenari.id) – Balai Pelayanan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) membongkar fakta mencengangkan: sedikitnya 5.300 warga Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) saat ini bekerja secara ilegal di Kamboja. Mereka umumnya berprofesi sebagai scammer atau operator judi online.
Kepala BP3MI Kepri, Kombes Pol Imam Riyadi, menjelaskan bahwa sindikat internasional biasanya merekrut ribuan warga ini melalui iklan media sosial. Sindikat tersebut secara aktif menjanjikan pekerjaan di perusahaan legal dengan iming-iming gaji fantastis.
baca juga: Solidaritas Perempuan Dorong Mekanisme Batas Atasi TPPO
“Para calon korban memang berangkat ke Kamboja secara gratis, namun kenyataannya justru sangat kejam. Alih-alih mendapat gaji besar, mereka justru dipaksa menjadi scammer dan operator judi online dengan upah yang sangat rendah,” tegas Kombes Imam di Tanjungpinang, Kamis.
Lebih lanjut, Imam menegaskan bahwa ribuan warga Kepri ini merupakan korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Pasalnya, pemerintah sama sekali tidak membuka penempatan resmi Pekerja Migran Indonesia (PMI) ke Kamboja.

Untuk mencapai Kamboja, para korban menggunakan visa wisata yang mereka peroleh melalui jalur pelabuhan resmi. Berdasarkan kesaksian beberapa korban yang berhasil pulang, modusnya dimulai dengan perjalanan dari Kepri menuju Thailand. Selanjutnya, agen pekerja ilegal menjemput dan menyembunyikan mereka di dalam mobil gelap untuk menyelundupkannya ke Kamboja via jalur darat.
Begitu tiba di Kamboja, banyak korban yang langsung memberontak. Mereka menyaksikan sendiri bagaimana kondisi kerja yang sangat bertolak belakang dengan janji manis selama proses rekrutmen.
Yang lebih mengenaskan, para korban tidak memiliki kebebasan untuk pulang ke Indonesia kapanpun mereka mau. Sindikat memaksa mereka untuk membayar uang tebusan yang mencapai Rp40 juta per orang sebagai pengganti biaya yang dikeluarkan perekrut. Hanya setelah membayar, mereka diizinkan pulang.
kunjungi juga laman gadget terkini di Newtechclub.com
“Bahkan, beberapa korban sampai nekat menjual organ tubuhnya sendiri agar bisa membayar tebusan, terutama ketika keluarga di Indonesia tidak mampu mengumpulkan uang tersebut,” ungkap Imam dengan prihatin.
Secara terpisah, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Imigrasi (Kanwilditjenim) Kepri, Ujo Sujoto, memberikan peringatan keras kepada warga. Ia mengimbau, khususnya para anak muda, untuk tidak mudah tergiur tawaran gaji besar yang menjanjikan kerja ilegal di luar negeri seperti Kamboja.
Sejak Januari hingga Juli 2025, Imigrasi Kepri telah berhasil menahan 3.482 Warga Negara Indonesia yang hendak berangkat ke luar negeri. Petugas dengan cermat mengindikasikan bahwa mereka berpotensi menjadi korban TPPO.
“Mayoritas warga yang kami tolak keberangkatannya adalah anak muda yang diduga akan direkrut sebagai operator judi online di Kamboja,” jelas Ujo.
Menurutnya, generasi Z atau anak muda Indonesia memang menjadi target utama sindikat judi online di Kamboja. Sindikat ini sengaja memanfaatkan iming-iming gaji besar sebagai umpan, padahal kenyataannya korban akan dipaksa bekerja lebih dari 20 jam per hari dengan upah yang sangat minim.
Oleh karena itu, ia mendorong para orang tua untuk lebih proaktif dalam mengawasi anaknya yang berencana bekerja di luar negeri. Pastikan untuk mengurus semua dokumen secara resmi melalui BP3MI agar terhindar dari penipuan.
Ujo memaparkan bahwa penolakan keberangkatan di pintu-pintu pelabuhan internasional Kepri dilakukan setelah petugas imigrasi melakukan proses wawancara yang mendalam.
Calon korban TPPO biasanya menunjukkan kebingungan yang jelas ketika menjawab pertanyaan petugas. Mereka seringkali gagal menjelaskan tujuan ke luar negeri, alamat tempat tinggal, dan lama waktu kunjungan dengan konsisten. “Daripada membiarkan mereka menjadi korban TPPO, langkah terbaik adalah menunda keberangkatannya,” tutur Ujo.
Ia menambahkan bahwa letak geografis Kepri yang berbatasan langsung dengan negara seperti Malaysia dan Singapura semakin meningkatkan kerentanan terhadap kasus TPPO yang dijalankan oleh jaringan sindikat internasional.
Untuk menanggulangi masalah ini, Pemerintah Provinsi Kepri telah membentuk Satuan Tugas (Satgas) TPPO. Satgas ini secara sinergis melibatkan berbagai instansi terkait, termasuk Imigrasi. “Keberadaan Satgas TPPO memiliki tujuan utama, yaitu melindungi masyarakat dari praktik kejahatan perdagangan manusia ke luar negeri,” pungkas Ujo.