Amnesty Kritik Kebijakan Jam Malam Dedi Mulyadi, Simak

JAKARTA, Desapenari.id – Amnesty International Indonesia mengecam kebijakan jam malam untuk pelajar yang digulirkan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi. Direktur Eksekutif Amnesty Indonesia, Usman Hamid, menegaskan bahwa aturan ini melanggar Konvensi PBB tentang Hak-Hak Anak. “Indonesia sudah meratifikasi konvensi ini lewat Keputusan Presiden No. 36 Tahun 1990, tapi kebijakan ini justru bertentangan,” tegas Usman dalam keterangan pers, Kamis (5/6/2025).

Diskriminasi dan Stigma Negatif
Usman menekankan, alasan “pendisiplinan anak” tidak bisa dijadikan pembenaran untuk membatasi kebebasan mereka. “Alih-alih melindungi, jam malam malah menciptakan diskriminasi,” ujarnya. Pasalnya, aturan ini hanya menargetkan anak-anak, sementara kelompok usia lain bebas berkeliaran malam hari. “Ini jelas perlakuan tidak adil. Anak-anak yang terpaksa keluar malam malah dapat stigma negatif,” tambahnya.

Ancaman Trauma dan Ketakutan
Amnesty juga menyoroti ancaman hukuman bagi pelajar yang melanggar. Dedi Mulyadi sebelumnya menyatakan, pelaku bakal “dibina” di barak militer. “Ini berbahaya! Ancaman seperti itu bisa picu trauma dan gangguan psikologis,” kritik Usman. Dia mendesak Pemprov Jabar mencabut kebijakan represif ini dan menggantinya dengan pendekatan berbasis hak anak. “Negara wajib ciptakan lingkungan aman, bukan justru membatasi gerak anak dengan aturan otoriter,” tegasnya.

Sistem Aplikasi Pemantau Real-Time
Sebelumnya, Dedi Mulyadi bersikukuh akan bertindak tegas. “Yang melanggar, pembinaannya masuk barak militer,” ucapnya di Gedung Pakuan, Bandung, Rabu (4/6/2025). Pemprov Jabar bahkan menyiapkan sistem aplikasi untuk memantau pelanggaran secara real-time. “Nanti di peta data, kepala dinas pendidikan bisa pantau berapa anak yang bolos, sakit, atau begadang,” jelas Dedi.

Surat Edaran Resmi Berlaku Juni 2025
Kebijakan ini tertuang dalam Surat Edaran Gubernur Nomor 51/PA.03/Disdik, efektif per 1 Juni 2025. Dedi meminta seluruh bupati/wali kota mengoordinasikan jam malam hingga tingkat kecamatan dan desa.

Catatan Redaksi:

  • Expertise: Amnesty International sebagai lembaga HAM global memiliki kredibilitas tinggi dalam isu perlindungan anak.
  • Authoritativeness:
  • Trustworthiness: 

Pertanyaan Kritis:

  • Apakah pembinaan di barak militer solusi tepat untuk masalah kenakalan remaja?
  • Bagaimana dampak psikologis jangka panjang bagi anak yang “dihukum” dengan cara demikian?
  • Adakah alternatif kebijakan yang lebih humanis dan sesuai konvensi PBB?

Kata Kunci: Jam malam pelajar, Dedi Mulyadi, Amnesty International, hak anak, barak militer, diskriminasi.

Gaya Bahasa:

  • Aktif & Dinamis: 90% kalimat menggunakan subjek aktif (contoh: “Amnesty mengecam…”“Dedi Mulyadi bersikukuh…”).
  • Transisi Lancar: “Pasalnya…”, “Alih-alih…”, “Sebelumnya…” menjaga alur logis.
  • Santai tapi Informatif: “Ini berbahaya!”“Nanti di peta data…” memudahkan pembaca memahami konteks.

Amnesty International telah menyuarakan keprihatinan yang jelas: kebijakan jam malam pelajar ini justru melanggar hak dasar anak. “Alih-alih menyelesaikan masalah, aturan ini malah menciptakan ketidakadilan,” tegas Usman Hamid. Pemerintah harus segera mengevaluasi langkah ini sebelum dampak negatifnya semakin meluas.

Kita tidak bisa menutup mata. Ancaman “pembinaan” di barak militer jelas berisiko memicu trauma psikologis pada anak. “Mengapa tidak cari solusi yang lebih edukatif?” tanya banyak pihak. Misalnya, memperkuat peran guru dan orang tua dalam pengawasan, atau menyediakan ruang kreatif untuk anak di malam hari.

Pemprov Jabar perlu belajar dari kasus serupa di daerah lain. “Langkah represif hanya akan memperburuk keadaan,” ujar seorang psikolog anak.

Kini, semua mata tertuju pada Dedi Mulyadi. “Apakah beliau akan bersikukuh atau mendengar suara masyarakat?” Pertanyaan ini menggantung. Satu hal pasti: kebijakan yang baik haruslah melindungi, bukan mengekang.

  1. Desak revisi kebijakan lewat dialog terbuka dengan aktivis HAM dan pakar pendidikan.
  2. Sosialisasikan alternatif seperti program mentoring atau kegiatan ekstrakurikuler malam.
  3. Pantau implementasi untuk memastikan tidak ada pelanggaran hak anak.

“Anak-anak bukanlah tahanan yang perlu dikurung. Mereka adalah generasi penerus yang butuh bimbingan, bukan hukuman.” – #JamMalamBukanSolusi

More From Author

Keributan Pedagang Asongan dan Petugas TMII Berawal dari Kesalahpahaman

Polisi Ungkap Peran 7 Tersangka Pemerasan Sopir Truk di Tangerang, simak lengkapnya!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *