LUMAJANG, Desapenari.id – Menteri Pertanian RI Andi Amran Sulaiman tak segan membetulkan laporan produksi tebu saat blusukan di kebun Pabrik Gula (PG) Jatiroto, Selasa (10/6/2025). Saat diajak berkeliling, salah satu direksi perusahaan dengan yakin menyebut varietas bulu lawang bisa menghasilkan 256 ton per hektar. Namun, Amran langsung menyanggah. “Ini tidak akurat,” tegasnya. Berdasarkan pengamatannya di lapangan, tebu unggulan di kebun KSO Lumajang Raya itu nyatanya hanya menghasilkan 120-150 ton per hektar.
Amran menegaskan, kesalahan data seperti ini tidak boleh terulang karena bisa mengacaukan kalkulasi pemerintah dalam mencapai swasembada gula dan ketahanan energi. Tak berhenti di situ, ia juga mempertanyakan klaim 14 batang tebu per meter yang disampaikan tim direksi. “Saya hitung ulang, hanya 49 batang per 5 meter atau sekitar 10 batang per meter,” ujarnya sambil menekankan pentingnya ketelitian data.
Data Harus Akurat, Jangan Asal Teori!
Amran mengingatkan seluruh jajaran direksi BUMN maupun pejabat Kementerian Pertanian agar lebih cermat dalam menyajikan data. Menurutnya, kondisi perkebunan sangat dinamis, sehingga pemantauan langsung di lapangan mutlak diperlukan. “Pengalaman saya di bidang pertanian, khususnya tebu, sudah 15 tahun. Saya hafal betul karakteristiknya. Klaim 14,6 batang per meter itu tidak realistis—faktanya cuma 10 batang,” paparnya.
Ia lalu bercerita bagaimana timnya melakukan pengukuran ulang dan berdiskusi dengan mandor kebun. “Awalnya dapat 120 ton, tapi setelah diskusi, kami sepakati 150 ton. Bukan 256 ton!” tegas Amran. Data yang melambung tinggi tanpa dasar justru berbahaya karena bisa menyesatkan perencanaan strategis pemerintah.
Mimpi Kembalikan Kejayaan Tebu Era Kolonial
Amran mengakui, produktivitas tebu saat ini masih jauh di bawah masa kolonial Belanda. Dulu, 1 hektar lahan tebu bisa menghasilkan 15 ton gula, sementara sekarang hanya sekitar 4 ton per hektar. “Ini yang harus kita benahi!” serunya.
Ia bertekad mengembalikan kejayaan industri gula nasional. “Kami sedang mengkaji kenapa produktivitas turun drastis dan mencari solusi terbaik untuk meningkatkan produksi,” jelas Amran. Swasembada gula bukan sekadar wacana, melainkan target konkret yang harus dicapai dengan data akurat, teknologi tepat guna, dan manajemen kebun yang profesional.
Langkah Nyata: Lapangan Jadi Penentu Kebijakan
Amran menekankan, kebijakan pertanian harus berbasis fakta di lapangan, bukan sekadar laporan administratif. “Jangan sampai kita terjebak angka-angka yang tidak sesuai realita,” pesannya. Ia mendorong penguatan sistem pemantauan dan evaluasi berbasis teknologi agar data yang masuk ke pemerintah selalu valid.
Dengan pendekatan “turun langsung, ukur, dan verifikasi”, Amran yakin target swasembada gula bisa tercapai. “Kita tidak mau hanya jadi penonton. Saatnya buktikan bahwa Indonesia bisa mandiri di sektor gula!” tandasnya penuh semangat.
Koreksi Data = Langkah Awal Menuju Perbaikan
Insiden koreksi data di PG Jatiroto ini bukan sekadar masalah teknis, tapi juga alarm bagi seluruh pemangku kebijakan. Akurasi data adalah kunci dalam menyusun strategi yang tepat. Jika laporan tidak sesuai fakta, maka kebijakan yang diambil pun bisa keliru.
Amran berharap, kejadian ini jadi pembelajaran bagi semua pihak—mulai dari pelaku usaha, pemerintah daerah, hingga kementerian. “Jangan sampai salah hitung, salah program, dan akhirnya rakyat yang dirugikan,” tegasnya.
Optimisme Menuju Swasembada Gula
Meski masih banyak pekerjaan rumah, Amran optimistis Indonesia bisa bangkit. Dengan perbaikan sistem, peningkatan kualitas bibit, dan manajemen yang tepat, target 15 ton gula per hektar seperti era Belanda bukan mustahil.
“Kami tidak akan berhenti sampai produksi gula nasional benar-benar mandiri,” janjinya. Langkah kecil seperti koreksi data hari ini adalah fondasi menuju perubahan besar.
Nah, bagaimana menurutmu? Apakah Indonesia bisa kembali jadi raja gula seperti dulu? Share pendapatmu di kolom komentar!
One thought on “Menteri Amran Sulaiman Koreksi Data Produksi Tebu di Lumajang, ini detailnya!”