PANGKALPINANG, Desapenari.id – Para nelayan di perairan Bembang dan Teluk Nipah, Desa Aek Nyatoh, Bangka Barat, Bangka Belitung, resah. Mereka mengeluhkan aktivitas Kapal Isap Produksi (KIP) timah yang diduga menyebabkan air laut keruh akibat sedimentasi lumpur. Akibatnya, hasil tangkapan ikan terus menurun. Mereka pun mendesak DPRD Bangka Belitung untuk segera mengambil tindakan guna melindungi kawasan tangkap ikan yang menjadi tulang punggung ekonomi warga setempat.
Ketua DPRD Bangka Belitung, Didit Srigusjaya, membenarkan bahwa kelompok nelayan telah menyampaikan keluhannya secara langsung saat berkunjung ke kantor dewan. Menurutnya, para nelayan merasa hasil tangkapan mereka terus merosot sejak aktivitas KIP beroperasi. “Mereka curiga aktivitas KIP menjadi penyebab utama penurunan hasil tangkapan. Kami langsung menindaklanjuti dengan mengirim tim dinas terkait ke lokasi hari ini,” tegas Didit di kantornya, Rabu (11/6/2025).
Didit menjelaskan bahwa kawasan yang dikeluhkan nelayan termasuk dalam wilayah Izin Usaha Penambangan (IUP) timah. “Kami akan memeriksa lokasi untuk memastikan batas IUP dan area tangkapan nelayan. Setelah itu, kami akan duduk bersama mencari solusi terbaik,” ujarnya.
Penurunan Hasil Tangkapan Capai 30%
Para nelayan mengaku, penurunan hasil tangkapan ikan mencapai 30%, termasuk udang dan cumi. Selain itu, mereka juga harus melaut lebih lama untuk mendapatkan hasil yang sama seperti sebelumnya. “Kami paham betul dampaknya bagi masyarakat. Laut adalah sumber kehidupan mereka,” katanya.
Dalam pertemuan tersebut, nelayan juga memamerkan produk olahan hasil laut.
Dampak Ekologi & Ancaman bagi Nelayan
Sony Suwandi, perwakilan nelayan, menegaskan bahwa aktivitas KIP tidak hanya merusak ekosistem laut, tetapi juga mengancam mata pencaharian 80% warga yang bergantung pada hasil laut. “Lumpur dari KIP sangat mengganggu. Biota laut rusak, tangkapan berkurang. Kami minta pemerintah tidak diam saja,” tegas Sony saat audiensi.
Menanggapi hal ini, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bangka Belitung, Agus Suryadi, menjelaskan bahwa KIP yang beroperasi sudah memiliki izin PKPRL (Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut) dari Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk area seluas 92 hektar. “Secara regulasi, mereka beroperasi di zona tambang. Namun, kami juga menerima laporan bahwa ada indikasi aktivitas di luar zona tersebut,” jelas Agus.
Pemerintah Segera Verifikasi
Agus menambahkan, dinas akan segera melakukan verifikasi melalui sistem pemantauan kapal (VMS) dan pemeriksaan langsung ke lapangan. “Kami akan pastikan kebenaran laporan ini. Jika ada pelanggaran, tentu akan ada tindakan tegas,” tegasnya.
Nelayan berharap pemerintah segera mengambil langkah nyata sebelum kerusakan ekosistem semakin parah. “Kami tidak mau terus-terusan merugi. Laut adalah masa depan kami,” tutup Sony.
#BangkaBelitung #NelayanBabel #LautTerancam #TimahVsNelayan