Desapenari.id – Kembali membongkar sebuah kejadian yang menyita perhatian publik! Bukannya membawa manfaat, program Makan Bergizi Gratis (MBG) justru diduga kuat memicu insiden keracunan yang menimpa sejumlah siswa di SMPN 1 Jonggol, Kabupaten Bogor. Akibatnya, empat siswa harus menjalani perawatan intensif di Puskesmas setempat setelah tubuh mereka menunjukkan reaksi gejala keracunan yang jelas. Meskipun kondisi mereka kini berangsur pulih dan sudah bisa kembali ke rumah masing-masing, salah satu korban, Ramdan (14), ternyata masih menyimpan bayang-bayang ketakutan yang mendalam. Bahkan, dengan berani Ramdan mengaku enggan menyentuh makanan MBG lagi.
Pada Jumat (26/9/2025) lalu, tim kami berhasil menjumpai Ramdan langsung di kediamannya yang terletak di Desa Singajaya, Kecamatan Jonggol. Di sana, kami menyaksikan sendiri ia sudah tampak ceria kembali saat bermain bersama teman-temannya; mereka bersama-sama memotong rumput liar dan dengan riang menyapu dedaunan kering yang berserakan di lapangan dekat rumahnya. Namun, di balik keceriaannya itu, Ramdan dengan jujur mengungkapkan traumanya. “Sekarang sudah rada mendingan,” ujarnya, namun ia dengan tegas menolak untuk kembali memakan hidangan dari program MBG. Ia masih sangat jelas mengingat bagaimana tubuhnya bereaksi hebat, hingga membuatnya muntah tidak kurang dari empat kali hanya sesaat setelah menyantap menu tersebut.
Ramdan kemudian melanjutkan ceritanya; ia mengaku sempat absen sehari dari aktivitas sekolahnya tepat pada hari Rabu (24/9/2025) pasca insiden tersebut terjadi. Akan tetapi, pada keesokan harinya ia sudah memutuskan untuk kembali belajar seperti hari-hari biasa. Yang mengejutkan, pihak sekolah tetap membagikan jatah MBG kepadanya meski ia sudah mengalami trauma. Lalu, apa yang dilakukannya? Dengan cerdik, Ramdan hanya memakan bagian jeruk dari makanan itu dan kemudian memberikan sisa lauk-pauk nasinya kepada teman-temannya. “Dimakan jeruknya doang, (sisanya) dikasih ke teman,” ungkapnya polos.
Menanggapi gelombang kekhawatiran yang melanda masyarakat, Camat Jonggol, Andri Rahman, akhirnya angkat bicara untuk memberikan klarifikasi resmi. Pertama-tama, ia memaparkan bahwa dari total 1.186 siswa yang terdaftar di SMPN 1 Jonggol, hanya empat orang siswa yang dilaporkan mengalami gejala mirip keracunan. Selanjutnya, dengan sangat hati-hati ia menegaskan bahwa pihak berwenang belum bisa memastikan status medis kejadian ini. “Secara medis belum bisa dikategorikan keracunan, kita masih nunggu hasil lab,” tegas Andri pada Jumat lalu. Dengan kata lain, ia meminta semua pihak menunggu hasil investigasi laboratorium sebelum mengambil kesimpulan akhir.
Sementara itu, Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, turut menyoroti serangkaian kasus dugaan keracunan MBG yang terjadi di berbagai wilayah. Pertama-tama, ia memastikan dengan tegas bahwa tidak ada korban jiwa dalam insiden-insiden tersebut. Namun, di sisi lain, ia menyampaikan penyesalan yang mendalam atas dampak psikologis yang justru harus ditanggung oleh para siswa. “Sampai hari ini tidak (ada korban tewas), tetapi kan walaupun tidak meninggal, tetap kan itu menimbulkan trauma. Traumanya adalah anak yang harusnya mendapat asupan gizi, itu kan menjadi keracunan, kan menjadi trauma,” ujar Dedi di Kota Bogor, Rabu (24/9/2025). Menurutnya, kondisi ini secara jelas menunjukkan adanya kebutuhan mendesak untuk melakukan evaluasi komprehensif.
Lebih lanjut, Dedi dengan lugas membeberkan akar masalahnya. Menurutnya, trauma seperti ini akan berakibat fatal karena pada akhirnya anak-anak menjadi enggan menyantap makanan yang disajikan, padahal program ini berlangsung setiap hari. “Ini yang disebut dengan diperlukannya evaluasi terhadap penyelenggara kegiatan,” tegasnya. Oleh karena itu, Dedi menegaskan bahwa evaluasi mendetail akan segera ia lakukan. Evaluasi ini akan difokuskan terutama pada dua aspek krusial: kemampuan teknis dari vendor penyedia makanan dan kesesuaian nilai gizi menu dengan anggaran yang telah dialokasikan.
Sebagai langkah konkret, Dedi memaparkan rencana investigasinya. “Satu, penyelenggara kegiatannya mampu atau tidak. Yang kedua, makanan yang disajikan sesuai dengan harga atau tidak. Kedua hal itu yang akan menjadi objek penyelidikan saya,” kata Dedi dengan penuh keyakinan. Sebagai penutup, ia memberikan penekanan khusus, “Artinya, saya akan mengevaluasi dalam dua hal itu. Satu, betul enggak itu Rp10.000. Yang kedua, mampu atau tidak. Kalau ini ternyata tidak mampu, dan Rp10.000-nya berubah, mengalami penurunan, dievaluasi dong,” imbuhnya. Dengan demikian, masyarakat dapat berharap adanya perbaikan sistemik dalam pelaksanaan program MBG ke depannya.
Dapatkan juga berita teknologi terbaru hanya di newtechclub.com