Jakarta, Desapenari.id – Bayangkan saja, Anda datang ke pusat perbelanjaan besar di ibu kota, namun yang Anda temui hanyalah lorong-lantai yang sunyi senyap dan kios-kios yang tertutup rapat. Inilah kenyataan pahit yang saat ini sedang menghantui Pulogadung Trade Centre (PTC) di Cakung, Jakarta Timur. Okto (56), seorang pedagang pakaian yang setia membuka tokonya di PTC, dengan terus terang mengungkapkan betapa ia kerap harus melalui hari-harinya tanpa kedatangan seorang pun pembeli. Akibatnya, suasana sepi itu secara langsung telah membuatnya kesulitan mendapatkan pelanggan.
Lebih lanjut, ia menggambarkan betapa tidak menentunya kondisi penjualannya dari hari ke hari. Sebagai contoh, dalam satu hari penuh, bisa saja tidak ada transaksi sama sekali yang berhasil ia catat. Kemudian, di hari berikutnya, mungkin hanya satu atau dua potong pakaian saja yang akhirnya laku terjual. “Enggak ada sih, ya kadang kosong benar tanpa pembeli,” keluhnya, “tapi di kesempatan lain kadang ada satu atau dua pembeli. Pokoknya sekarang ini sudah enggak bisa diprediksi lagi, benar-benar sistem rejeki-rejekian saja,” tutur Okto dengan nada pasrah ketika tim media berhasil menemui dan mewawancarainya langsung di dalam PTC, pada hari Selasa tepatnya tanggal 14 Oktober 2025.
Selanjutnya, Okto pun menganalisis dan menyampaikan pendapatnya mengenai akar permasalahan dari sepinya pembeli ini. Menurut pengamatannya, maraknya penjualan daring atau online menjadi faktor utama yang perlahan namun pasti menggerus pengunjung mal. Selain itu, masyarakat masa kini dinilainya lebih memilih beralih ke belanja online karena dianggap jauh lebih praktis dan mudah diakses dari mana saja. “Awalnya sih ya semuanya karena toko online itu terus berkembang,” jelasnya, “kemudian situasi semakin digempur habis-habisan oleh masa pandemi corona.”
Di sisi lain, kondisi malang ini semakin diperparah dengan keterbatasan pengetahuan dirinya tentang dunia digital. Meski sudah terbiasa berjualan secara konvensional, namun ia merasa sangat berat untuk memulai beralih ke platform online. “Saya sudah biasa jualan kayak gini modelnya, jadi mau mulai buka toko online juga rasanya berat sekali, apalagi saya sendiri memang enggak terlalu paham caranya,” tambah Okto dengan raut wajah yang penuh kekhawatiran.
Sebelumnya, kondisi aktual Pulogadung Trade Center (PTC) ini benar-benar memperlihatkan wajah yang lengang dan memprihatinkan. Deretan kios di dalam mal tersebut banyak yang tutup secara permanen, sementara yang lain memasang papan “disewakan” atau bahkan “dijual”. Berdasarkan pantauan langsung yang dilakukan oleh tim media pada hari Selasa, 14 Oktober 2025, antara pukul 10.00 hingga 10.45 WIB, hanya segelintir kecil kios yang terlihat sudah beroperasi. Suasana di dalam mal pun terasa sunyi, tanpa ada lalu-lalang pengunjung yang biasanya memadati area untuk berbelanja atau sekadar berjalan-jalan menghabiskan waktu.
Kemudian, tim media pun secara khusus menelusuri secara mendetail keempat lantai bangunan mal tersebut. Di lantai dasar, masih dapat ditemui beberapa tenant yang tampak berusaha bertahan, di antaranya adalah restoran cepat saji, toko mainan anak-anak, serta gerai pijat refleksi. Akan tetapi, kondisi yang sangat berbeda justru langsung terlihat ketika kita naik ke lantai satu. Meskipun masih ada beberapa penjual pakaian yang bertahan dengan setia, namun sebagian besar kios lainnya justru tampak tutup dan dipasangi papan berisi tulisan “disewakan” sebagai penanda.
Selain itu, area food court yang seharusnya ramai pengunjung juga hanya diisi oleh beberapa gerai makanan yang masih buka. Deretan bangku dan kursi diatur dengan rapi, sayangnya hampir tidak ada pengunjung yang duduk dan menikmati makanannya. Bahkan, ketika kita memasuki area lantai dua, suasana hening dan sepi justru semakin terasa menguat. Banyak kios yang tertutup rapat, dan hanya beberapa pedagang elektronik seperti ponsel dan komputer yang masih terlihat berjualan dengan setia.
Sementara itu, di lantai paling atas yang seharusnya menjadi pusat keramaian, suasana malah terasa kian sepi dan muram. Hanya sebuah gereja dan beberapa tempat servis komputer yang masih beroperasi di lantai ini. Deretan kios lainnya tertutup dengan rapat, sehingga membuat seluruh lantai ini terasa sangat kosong, sunyi, dan dipenuhi oleh kesan muram yang menyelimuti. Akhirnya, kondisi ini dengan jelas menggambarkan betapa pusat perbelanjaan yang dahulu mungkin ramai, kini harus berjuang keras untuk sekadar bertahan di tengah gempuran era digital dan perubahan perilaku konsumen.
Dapatkan juga berita teknologi terbaru hanya di newtechclub.com