Desapenari.id – Pada hari Senin yang cerah, tepatnya tanggal 24 November 2025, para anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, tiba-tiba saja melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke sebuah lokasi tambang pasir galian C di Desa Kedungjati, Kecamatan Bukateja. Selanjutnya, aksi sidak ini mereka gelar bukan tanpa alasan, melainkan untuk merespons keluhan warga yang terus berdatangan. Pasalnya, aktivitas tambang yang diduga kuat beroperasi secara ilegal ini sudah menimbulkan kekhawatiran serius, di mana warga melaporkan dampak buruknya terhadap stabilitas aliran sungai serta kerusakan yang mulai menggerogoti lahan pertanian mereka.
Tak hanya itu, sidak yang berlangsung mendadak ini langsung dipimpin sendiri oleh Ketua DPRD Purbalingga, Bambang Irawan. Bahkan, ia juga mengerahkan sejumlah anggota dewan yang lain, seperti Tenny Juliawati, Aman Waliyudin, Adi Yuwono, dan Karseno, untuk turun langsung ke lokasi. Dengan tegas, Bambang kemudian memaparkan cakupan masalah dari tambang ini, “Walaupun lokasi Galian C di Sungai Kacangan ini secara administratif berada di wilayah Desa Kedungjati, nyatanya, dampak kerusakannya justru lebih banyak mengarah dan dirasakan oleh dua desa tetangga, yaitu Sokanegara dan Krenceng,” ujar Bambang dengan nada prihatin.
Saat tiba di lokasi, suasana tambang yang sibuk langsung disambut oleh tim sidak. Langsung saja, Bambang dengan sigap melontarkan pertanyaan kritis kepada para pekerja yang sedang beraktivitas. Pertama, ia menanyakan tentang status perizinan dari usaha tambang tersebut. Kedua, dan ini yang paling penting, ia berusaha mengungkap identitas sang pemilik tambang. Akan tetapi, alih-alih mendapatkan jawaban yang jelas, para pekerja justru memberikan respons yang membuatnya mengernyitkan dahi; mereka semua mengaku tidak tahu menahu soal siapa pemilik sebenarnya dari usaha tersebut.
Mendengar jawaban yang tidak memuaskan itu, Bambang Irawan pun tak kuasa menahan komentar satirnya. Dengan nada sedikit bergurau namun penuh makna, ia menyindir, “Kalau begitu, berarti yang punya usaha tambang ini adalah siluman, makhluk gaib ini,” ujarnya, menyoroti sikap para pekerja yang seolah melindungi entitas tak kasat mata. Ungkapan ini dengan cepat menyebar dan menyiratkan betapa gelap dan tidak transparannya operasi tambang ilegal ini.
Di sisi lain, Bambang sama sekali tidak menganggap remeh masalah ini. Bahkan, ia pun menegaskan dengan sangat jelas bahwa DPRD Purbalingga sama sekali tidak akan berkompromi atau mentolerir kegiatan pertambangan ilegal yang berpotensi besar merugikan masyarakat dan daerah. Lebih jauh, ia menekankan, “Aktivitas yang merusak seperti ini benar-benar perlu kami evaluasi secara menyeluruh. Tujuannya tidak lain adalah untuk menjaga kelestarian lingkungan, menjamin stabilitas aliran air sungai, serta yang terpenting, memastikan lahan pertanian warga tidak mengalami kerusakan yang lebih parah,” tegasnya lagi.
Selanjutnya, DPRD melalui Bambang secara resmi memberikan ultimatum kepada sang “pemilik siluman” tersebut. Ultimatum ini meminta dengan sangat kepada pemilik tambang untuk segera menunjukkan itikad baiknya dan segera mengurus segala perizinan yang diperlukan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Bahkan, Bambang menyampaikan ancaman yang tegas, “Apabila tambang ini masih saja nekat beroperasi tanpa dilengkapi izin, maka kami tidak akan segan-segan untuk menindak tegas usahanya,” imbuhnya dengan suara lantang.
Perlu kita pahami bersama bahwa aktivitas penambangan galian C, yang di dalamnya mencakup pengambilan pasir dan batu dari aliran sungai, sebenarnya telah diatur dengan sangat ketat dalam regulasi nasional. Berdasarkan hukum, setiap bentuk penambangan wajib memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau IUP Operasi Produksi yang secara resmi diterbitkan oleh pemerintah provinsi. Ketentuan ini bersumber dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba).
Hebatnya lagi, UU Minerba bukanlah aturan main-main. Pasal 158 UU Minerba dengan tegas menyatakan bahwa setiap penambangan yang dilakukan tanpa izin merupakan sebuah tindak pidana. Pelakunya bisa menghadapi ancaman hukuman yang sangat berat, yaitu penjara maksimal 5 tahun dan denda yang fantastis, hingga Rp 100 miliar! Selain itu, galian C ilegal juga sangat berpotensi melanggar UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, terutama jika aktivitasnya terbukti menyebabkan kerusakan ekosistem sungai, sedimentasi berlebihan, atau gangguan serius pada lahan pertanian produktif warga.
Oleh karena itu, dengan berlandaskan pada dasar hukum yang begitu kuat tersebut, DPRD Purbalingga semakin menegaskan komitmennya. Mereka bersikukuh bahwa evaluasi serta penindakan terhadap galian C ilegal ini tidak hanya semata-mata untuk perlindungan lingkungan dan keselamatan masyarakat, tetapi juga untuk memastikan bahwa setiap potensi pendapatan asli daerah (PAD) dapat berjalan dengan lancar dan sesuai aturan yang berlaku, bukan malah mengalir ke kantong ‘siluman’ yang tidak bertanggung jawab. Pada akhirnya, langkah tegas ini diharapkan mampu memberantas hingga ke akarnya praktik tambang ilegal yang selama ini bersembunyi di balik bayang-bayang ketidakjelasan.
Dapatkan juga berita teknologi terbaru hanya di newtechclub.com

