Desapenari.id – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) benar-benar mengebut! Ya, mereka sedang memacu pembangunan rumah hunian sementara atau huntara untuk korban bencana banjir dan longsor di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat dengan cara yang luar biasa. Bayangkan saja, pola kerja yang diterapkan mencapai 18 jam per hari! Tentu saja, percepatan gila-gilaan ini punya tujuan mulia: agar warga yang terdampak segera mendapatkan hunian yang layak selama masa pemulihan berlangsung. Hal ini ditegaskan sendiri oleh Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari, pada hari Kamis, 25 Desember 2025.
Selanjutnya, Abdul Muhari pun membeberkan detail operasinya. Rupanya, pembangunan huntara ini bukan kerja sendirian. Mereka melibatkan kekuatan besar, yaitu Satgas TNI-Polri, tim BNPB sendiri, dan tentunya pemerintah daerah setempat. Yang menarik, semua pihak ini bekerja dengan pembagian tugas yang super terkoordinasi. Alhasil, tidak ada yang tumpang tindih dan prosesnya bisa digenjot maksimal.
Kemudian, bagaimana progres nyatanya di lapangan? BNPB dengan sigap mengonfirmasi bahwa pembangunan sudah berjalan di beberapa titik. Contohnya, di Sumatera Utara, tepatnya di Tapanuli Utara, satu unit huntara dengan konsep “satu rumah satu keluarga” sudah berhasil diselesaikan! Sementara itu, kalau kita bandingkan ketiga provinsi, Sumatera Barat tercatat sebagai yang paling cepat progres pembangunannya. Bisa dibilang, mereka memimpin balapan pembangunan huntara ini.
Lalu, bagaimanakah dengan kondisi di Aceh? Abdul mengungkapkan fakta yang cukup kompleks. Dari total 18 kabupaten/kota yang diterjang banjir bandang dan tanah longsor, enam kabupaten sudah menetapkan lokasi huntara. Kabupaten-kabupaten tersebut adalah Aceh Tamiang, Aceh Utara, Aceh Tengah, Gayo Luwes, Benar Meriah, dan Bireun. Tidak berhenti di situ, dua kabupaten lain, yaitu Aceh Timur dan Nagan Raya, juga menyatakan komitmennya untuk membangun. Namun, untuk kedua daerah ini, prosesnya masih dalam tahap identifikasi lahan.
Nah, terkait lahan ini, ada strategi cerdas yang diterapkan. Abdul menjelaskan bahwa sebagian lokasi huntara menggunakan lahan milik pemerintah daerah. Akan tetapi, sebagian lainnya justru menggunakan lahan masyarakat yang sengaja dibeli. Kenapa? Tujuannya jelas: untuk menjamin kejelasan status hukum kepemilikan huntara ke depannya. Dengan cara ini, konflik di masa depan dapat dihindari.
Terakhir, Abdul Muhari menyampaikan harapan besarnya. Dia berharap tim gabungan di lapangan tidak menemui hambatan berarti, terutama dari faktor cuaca yang seringkali tak menentu. Jika semua berjalan lancar, upaya percepatan pembangunan rumah huntara ini diharapkan bisa tuntas sesuai target, yaitu minimal di awal tahun 2026. Dengan demikian, kehidupan masyarakat korban bencana bisa segera dipulihkan dan kembali stabil seperti sedia kala.
Dapatkan juga berita teknologi terbaru hanya di newtechclub.com

