BEKASI, Desapenari.id — Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi secara resmi menerbitkan status siaga darurat untuk menghadapi ancaman banjir, tanah longsor, dan cuaca ekstrem! Lebih mengejutkan lagi, status gawat ini akan berlaku dalam waktu yang sangat lama, yaitu sejak awal Oktober 2025 hingga akhir April 2026 mendatang. Dengan kata lain, selama hampir dua tahun ke depan, masyarakat Kota Bekasi harus hidup dalam kondisi siaga tinggi.
Secara tegas, Wali Kota Bekasi Tri Adhianto pun langsung mengonfirmasi kebijakan penting ini. Beliau menjelaskan bahwa keputusan strategis ini telah mereka tuangkan secara resmi dalam Keputusan Wali Kota (Kepwal) Nomor 301.2.1/Kep.627-BPBD/X/2025. Pada intinya, dokumen tersebut secara khusus mengatur Status Siaga Darurat Bencana Banjir, Cuaca Ekstrem, dan Tanah Longsor di seluruh wilayah Kota Bekasi.
Lalu, timbul pertanyaan, mengapa Pemkot memutuskan untuk bertindak begitu cepat dan jauh-jauh hari? Menurut Tri Adhianto, pihaknya sengaja menetapkan status siaga ini lebih awal dengan satu tujuan utama: memberikan waktu yang cukup bagi seluruh lapisan masyarakat untuk mempersiapkan diri. Dengan demikian, ketika musim hujan benar-benar tiba nanti, warga sudah memiliki kesiapan yang matang untuk menghadapi segala kemungkinan terburuk. “Jadi, kapasitas tinggi airnya Kali Bekasi itu wajib kita antisipasi bersama-sama. Oleh karena itu, sejak dini kita sudah ‘woro-woro’ kepada seluruh warga masyarakat agar mereka segera mempersiapkan diri. Alhasil, dengan persiapan yang matang, kita pasti akan lebih siap menghadapi segala tantangan,” tegas Tri saat berbincang di Kantor Pemkot Bekasi, Senin (20/10/2025).
Selanjutnya, Tri Adhianto dengan gamblang memaparkan peta kerawanan bencana di wilayahnya. Beliau menegaskan bahwa kawasan sepanjang daerah aliran sungai (DAS) Kali Bekasi telah lama dikategorikan sebagai zona rawan banjir. Akibatnya, menjadi sebuah keharusan bagi pemerintah dan masyarakat untuk bahu-membahu melakukan langkah antisipasi sedini mungkin. Selain itu, beliau juga memberikan penekanan pada fleksibilitas status ini. Masa siaga darurat yang telah ditetapkan ternyata masih bisa mereka perpanjang atau bahkan mereka tingkatkan statusnya menjadi tanggap darurat. Syaratnya hanya satu: kondisi di lapangan benar-benar mengharuskan eskalasi penanganan. “Jadi, kami menetapkan masa siaga darurat terhitung dari 3 Oktober 2025 hingga 30 April 2026. Namun yang perlu diingat, status ini dapat saja diperpanjang atau ditingkatkan menjadi tanggap darurat bencana. Hal ini semata-mata disesuaikan dengan kebutuhan penyelenggaraan penanganan darurat bencana di lapangan,” tuturnya dengan penuh kewaspadaan.
Tidak berhenti di situ, Tri Adhianto juga menyoroti fenomena cuaca ekstrem yang sedang melanda wilayah Bekasi saat ini. Beliau mengingatkan bahwa masyarakat saat ini masih merasakan suhu panas terik dan gelombang panas kering. Akan tetapi, kondisi ini bisa berubah secara drastis dan tiba-tiba. “Sebagai contoh, cuaca panas ini dapat berubah dengan cepat menjadi hujan deras yang disertai angin kencang, terutama ketika kita sudah memasuki puncak musim hujan,” kata beliau mengingatkan. Dengan demikian, ketidakpastian cuaca inilah yang kemudian memaksa pemerintah untuk mengambil langkah antisipatif yang ekstra.
Sebelumnya, informasi serupa juga telah dikeluarkan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Lembaga ini merilis prakiraan cuaca pada Minggu (19/10/2025) yang menunjukkan fakta mencengangkan: suhu udara di wilayah Jawa Barat dan sebagian besar Indonesia masih berkutat di kisaran 34–37 derajat Celsius! Menurut penjelasan BMKG, kondisi panas ekstrem ini terutama dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu gerak semu matahari dan penguatan Monsun Australia. Akibatnya, kedua fenomena alam ini secara signifikan mengurangi kelembapan udara di wilayah selatan Indonesia, termasuk Bekasi.
Kesimpulannya, dengan ditetapkannya status siaga darurat bencana yang berdurasi panjang ini, Pemkot Bekasi sebenarnya sedang mengirimkan pesan yang sangat jelas kepada warganya. Mereka berharap sekali agar seluruh masyarakat tidak hanya menjadi penonton yang pasif, melainkan bisa lebih waspada dan secara proaktif terlibat dalam berbagai upaya mitigasi bencana sejak dini. Pada akhirnya, keselamatan kita bersama bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi juga merupakan tanggung jawab setiap individu yang tinggal di wilayah rawan bencana. Oleh karena itu, mari kita sambut langkah antisipatif pemerintah ini dengan kesiapan dan kewaspadaan maksimal dari diri kita sendiri!
Dapatkan juga berita teknologi terbaru hanya di newtechclub.com