Indonesia Harus Kembali Memimpin Diplomasi Iklim Global

Jakarta (Desapenari.id) – Dino Patti Djalal, mantan Wakil Menteri Luar Negeri, menegaskan bahwa Indonesia harus kembali memimpin diplomasi iklim global. Pasalnya, dunia saat ini justru lebih fokus pada isu geopolitik, sementara krisis iklim semakin mengancam.

“Saya rasa, sekaranglah waktunya Indonesia kembali tampil sebagai pemimpin,” tegas Dino dalam jumpa pers Indonesia Net-Zero Summit di Jakarta, Selasa (25/6). Dia mengingatkan, era Presiden SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) dulu, Indonesia pernah menjadi pionir dalam isu ini.

Dunia Sudah Mencapai Batas Kritis 1,5°C

Dino menyoroti kenaikan suhu global yang pada 2024 telah menyentuh ambang batas 1,5°C. Padahal, Perjanjian Paris mengamanatkan agar dunia harus menjaga kenaikan suhu di bawah 2°C, bahkan sebisa mungkin dibatasi hanya 1,5°C.

Sayangnya, komitmen negara-negara maju justru melemah. Dana US$100 miliar per tahun (Rp1.631 triliun) yang seharusnya digelontorkan untuk pendanaan iklim, kini tersedot untuk urusan perang dan konflik geopolitik.

“Negara-negara seperti Inggris, Australia, dan Jepang malah memangkas anggaran bantuan pembangunan mereka,” ujar Dino. Akibatnya, fokus dunia terhadap target 1,5°C semakin kabur.

kunjungi juga laman gadget terbaru di Newtechclub.com

Di tengah situasi ini, Indonesia justru memiliki peluang besar untuk memimpin. Sebagai negara adidaya lingkungan dengan hutan tropis terluas di dunia, Indonesia bisa menjadi penengah antara negara maju dan berkembang.

Dino mengungkapkan, dulu pernah terjadi kebuntuan dalam negosiasi iklimNegara berkembang menuntut kompensasi dari negara maju jika mereka harus menekan emisi. Sementara, negara maju enggan memberi bantuan tanpa target jelas dari negara berkembang.

Lalu, SBY mengambil langkah berani. Indonesia menetapkan target pengurangan emisi 26% dengan usaha sendiri, atau 41% jika dapat dukungan internasionalKebijakan ini akhirnya memicu negara berkembang lain untuk ikut bergerak.

“Negosiasi yang awalnya tegang jadi cair berkat langkah Indonesia,” kenang Dino. “Kita menjadi pelopor, mengambil risiko, dan berada di garis terdepan. Sekarang, saatnya Indonesia kembali memimpin, baik di dalam maupun luar negeri.”

Apa yang Harus Indonesia Lakukan?

Menurut Dino, Indonesia tidak boleh ragu mengambil peran sentral dalam diplomasi iklim. Beberapa langkah strategis yang bisa diambil antara lain:

  1. Memperkuat komitmen net-zero emission dengan kebijakan yang lebih konkret.
  2. Mendorong kolaborasi global, terutama mempertemukan kepentingan negara maju dan berkembang.
  3. Memastikan pendanaan iklim benar-benar tersalurkan, termasuk meminta negara maju memenuhi janji mereka.

“Kita punya modal besar: hutan, energi terbarukan, dan pengalaman memimpin diplomasi iklim,” tegas Dino. “Tinggal political will-nya saja yang harus diperkuat.”

baca juga: TNI AD Tegaskan Pembinaan sesuai HAM

Dunia sedang dalam krisis fokus, sementara bumi semakin panas. Jika tidak ada yang memimpin, target 1,5°C akan semakin jauh dari genggaman.

Indonesia, dengan segala potensinya, harus bangkit dan mengambil alih kepemimpinan diplomasi iklim. Seperti di era SBY, kita pernah membuktikan bisa membuat perubahan. Kini, saatnya menulis sejarah baru.

“Ini bukan hanya tentang lingkungan, tapi tentang masa depan peradaban,” pungkas Dino. Dan Indonesia bisa menjadi penentu arahnya.

More From Author

Tarif Air PAM Jaya Naik Mulai 2025, Ini Rincian Lengkapnya!

Prabowo Dorong Universitas Buka Jurusan “Serakahnomics”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *