JAKARTA, Desapenari.id – Pasangan Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung dan Wakil Gubernur Rano Karno telah melewati 100 hari pertama kepemimpinan mereka dengan catatan yang beragam. Di satu sisi, publik Jakarta terlihat cukup puas dengan kinerja keduanya. Namun di sisi lain, kelompok masyarakat sipil justru melontarkan kritik tajam karena program prioritas dinilai lamban dan tidak signifikan.
Kepuasan Publik Menjanjikan, Tapi…
Survei terbaru dari Indikator Politik Indonesia mengungkapkan bahwa 60% warga Jakarta puas dengan kinerja Pramono Anung, sementara 60,5% memberikan apresiasi untuk Rano Karno. Angka ini terlihat positif, tapi sayangnya, duet Pram-Rano hanya menempati peringkat kelima dari enam gubernur se-Jawa dalam hal kepuasan publik.
Burhanuddin Muhtadi, Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, menyoroti rendahnya kesadaran warga terhadap program Pemprov DKI. “Publik masih minim memahami program-program spesifik Pak Pramono. Inilah masalah utamanya,” tegas Burhanuddin saat membeberkan hasil survei di Jakarta Pusat, Rabu (28/5/2025).
Contoh nyatanya? Hanya 33% warga Jakarta yang tahu soal program perpanjangan jam perpustakaan, padahal ibu kota ini menempati urutan teratas dalam penggunaan media dan sosial media se-Indonesia. “Ini harus jadi bahan evaluasi Pemprov. Sosialisasi program harus lebih masif, kreatif, dan menyentuh langsung kehidupan warga,” tegasnya.
Adam Kamil menyoroti gap antara pengenalan program dan respons: “Warga tahu job fair ada, tapi antusiasme minim.” “Masyarakat tahu programnya, tapi belum merasakan manfaatnya secara langsung. Sosialisasi saja tidak cukup, eksekusinya harus lebih konkret,” ujarnya.
Bandara dengan Jawa Barat, Pram-Rano Masih Kalah
Jika dibandingkan dengan provinsi lain, kepemimpinan Pramono-Rano belum terlalu mencolok. Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, justru meraih tingkat kepuasan publik tertinggi se-Jawa, mencapai 94,7%. “Pak Dedi dikenal blusukan dan punya komunikasi publik yang kuat, terutama di media sosial,” jelas Burhanuddin.
Sementara itu, koalisi masyarakat sipil yang terdiri dari Greenpeace Indonesia, Jaringan Rakyat Miskin Kota (JRMK), Urban Poor Consortium (UPC), dan LBH Jakarta memberikan nilai buruk untuk 100 hari kerja Pram-Rano. Dalam laporan evaluasi yang diserahkan ke Balai Kota (2/6/2025), hampir semua program prioritas dapat nilai rendah, seperti:
- Pengelolaan sampah: 10/75
- Pengelolaan pesisir: 20/75
- Pemenuhan lapangan kerja: 20/75
- Reforma agraria perkotaan: 20/75
- Pelayanan publik: 10/75
- Raperda bantuan hukum: 0/75
“Banyak masalah Jakarta yang masih terabaikan, mulai dari pengangguran, lingkungan, sampai penggusuran,” kritik Jeanny Sirait dari Greenpeace.
Mereka juga menyoroti proyek Giant Sea Wall yang kembali dijalankan, padahal saat kampanye, Pram-Rano sempat berjanji menggantinya dengan Giant Mangrove Wall. “Nyatanya, tanggul laut tetap berjalan. Sudah ada tujuh kasus penggusuran dalam lima bulan terakhir,” ungkap Jeanny.
Lingkungan Masih Jadi Masalah Besar
Di sektor lingkungan, ribuan bank sampah di Jakarta hanya 63% yang aktif. Alih-alih fokus pada pengurangan sampah dari sumbernya, Pemprov justru memaksakan teknologi RDF di Rorotan yang ditolak warga. “Jakarta harus stop bergantung pada insinerator dan beralih ke solusi berkelanjutan,” tegas Ibar dari Greenpeace.
LBH Jakarta juga mengkritik mandeknya Perda Bantuan Hukum, yang seharusnya sudah berlaku berdasarkan UU No. 16/2011. “Pemprov wajib memastikan keadilan bagi seluruh warga, termasuk akses bantuan hukum,” tegas Alif Fauzi dari LBH Jakarta.
Klaim Pencapaian dari Pramono Anung
Di tengah kritik, Pramono Anung membantah dengan menyebut sejumlah janji sudah mulai terealisasi, seperti:
- Kartu Jakarta Pintar (707.622 penerima)
- Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul (16.979 penerima)
- Pemutihan 1.315 ijazah tertahan
“Kami terus bekerja untuk memenuhi janji-janji kami,” kata Pramono.
Baca Juga: Porsche Tabrak Toyota Rush di Tol Sidoarjo-Porong, Simak!
Koalisi masyarakat sipil menegaskan, 100 hari pertama seharusnya sudah menunjukkan arah kebijakan yang jelas. “Sayangnya, Pramono-Rano belum menunjukkan komitmen kuat untuk Jakarta yang adil dan berkelanjutan,” tutup Jeanny.
Dengan kepuasan publik yang cukup tapi kritik pedas dari aktivis, Pramono-Rano masih punya pekerjaan rumah besar. Sosialisasi program harus ditingkatkan, eksekusi dipercepat, dan janji-janji kampanye harus dibuktikan. Jika tidak, rapor 100 hari ini bisa jadi pertanda buruk untuk sisa masa jabatan mereka.