JAKARTA, Desapenari.id – Anggota Komisi I DPR RI, TB Hasanuddin, secara terbuka mendesak Mabes TNI untuk segera memberikan penjelasan rinci mengenai tindakan spesifik apa yang dilakukan oleh influencer Ferry Irwandi. Ia menegaskan, publik berhak tahu alasan mendasar mengapa Irwandi sampai dianggap melanggar hukum dan bahkan dituding mengancam pertahanan siber nasional.
Permintaan ini bukan tanpa alasan, melainkan muncul sebagai respons langsung atas tindakan Komandan Satuan Siber TNI, Brigjen TNI Junnita Omboh Sembiri, yang baru-baru ini melakukan konsultasi dengan kepolisian. Dalam konsultasi tersebut, Satsiber TNI menyampaikan temuan indikasi pencemaran nama baik yang diduga dilakukan oleh Ferry Irwandi.
“Saya minta kejelasan dari Mabes TNI atau Dansatsiber,” tegas TB Hasanuddin pada Rabu (10/9/2025). Politikus senior PDI-P ini kemudian menambahkan, “Jelaskan secara terang benderang, tindakan apa sebenarnya yang dilakukan oleh Ferry Irwandi sehingga dianggap sedemikian berbahayanya hingga mengancam benteng pertahanan siber di lingkungan Kementerian Pertahanan.”
Tak hanya berhenti di situ, Hasanuddin juga memberikan semacam warning dengan mengingatkan semua pihak tentang putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang sudah sangat jelas. Putusan tersebut, menurutnya, secara eksplisit mengatur bahwa pencemaran nama baik terhadap sebuah institusi atau lembaga tidak dapat diproses menggunakan hukum pidana.
“Putusan MK sudah final dan sangat tegas,” ujarnya. Ia kemudian memaparkan, “MK menyatakan dengan gamblang bahwa pasal pencemaran nama baik hanya bisa dijerat secara pidana jika kasusnya ditujukan kepada orang perorangan, bukan kepada institusi, badan, atau jabatan.”
Selanjutnya, Hasanuddin juga menyoroti aspek pertahanan siber yang menjadi dasar laporan. Ia lalu mengutip secara langsung Pedoman Pertahanan Siber Kementerian Pertahanan Tahun 2014. Berdasarkan pedoman kuno tersebut, fungsi dan kewenangan pertahanan siber sebenarnya dibatasi secara strik hanya pada lingkungan internal Kemenhan dan TNI saja, tidak melingkupi ranah publik yang luas.
Oleh karena itu, dengan berpegang pada aturan itu, TB Hasanuddin sekali lagi mendesak jajaran TNI untuk segera meluruskan persoalan ini. Ia mempertanyakan kesesuaian antara tuduhan ‘mengancam pertahanan siber’ dengan tindakan yang dilakukan oleh Ferry Irwandi, yang notabene adalah seorang influencer dan warga negara biasa.
Sebagai seorang purnawirawan TNI sendiri, Hasanuddin menekankan bahwa langkah transparan ini sangat penting untuk segera dilakukan. Tujuannya tidak lain adalah agar seluruh lapisan masyarakat bisa mendapatkan pemahaman yang jelas, utuh, dan tidak setengah-setengah mengenai duduk perkaranya.
Lebih jauh lagi, Hasanuddin menekankan betapa krusialnya prinsip transparansi dan kepastian hukum dalam setiap proses penegakan hukum di Indonesia. Ia mengingatkan semua pihak agar tidak mengambil langkah-langkah yang justru dapat menimbulkan beragam penafsiran (multitafsir) di masyarakat. Selain itu, ia juga mengingatkan agar batas kewenangan antara kebebasan berekspresi, hak-hak individu, dan kewenangan sebuah institusi negara tidak boleh dikaburkan.
Sementara itu, di sisi lain, diberitakan sebelumnya bahwa Komandan Satuan Siber Mabes TNI, Brigjen Juinta Omboh Sembiring, telah menyebutkan bahwa TNI memang menemukan dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh Ferry Irwandi. Menurutnya, temuan ini merupakan hasil dari patroli siber rutin yang dilakukan oleh timnya, yang kemudian hasilnya mereka bawa untuk dikonsultasikan ke Polda Metro Jaya pada Senin (8/9/2025).
Yang membuat pertemuan ini terkesan serius adalah kehadiran empat perwira tinggi TNI dari berbagai corps. Mereka yang hadir antara lain adalah Danstsiber TNI Brigjen Juinta Omboh Sembiring, Danpuspom Mayjen TNI Yusri Nuryanto, Kapuspen TNI Brigjen TNI (Mar) Freddy Ardianzah, dan Kababinkum TNI Laksda Farid Ma’ruf.
Namun, respons dari kepolisian justru terlihat lebih berhati-hati. Wakil Direktur Reserse Siber Polda Metro Jaya, AKBP Fian Yunus, kemudian memberikan penjelasan bahwa Satuan Siber TNI sebenarnya tidak bisa melaporkan Ferry Irwandi dengan menggunakan pasal pencemaran nama baik. Alasannya sangat jelas dan berdasar hukum, yaitu Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang telah direvisi menyusul Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 105/PUU-XXII/2024.
Putusan MK tersebut, seperti dijelaskan Fian, secara resmi menyatakan bahwa frasa ‘orang lain’ dalam Pasal 27A UU ITE harus dibatasi pemakaiannya hanya untuk individu perseorangan yang merasa dirugikan. Dengan kata lain, frasa itu sama sekali tidak mencakup lembaga pemerintah, korporasi, profesi, atau jabatan tertentu. Artinya, laporan pencemaran nama baik terhadap sebuah institusi seperti TNI tidak memiliki dasar hukum yang kuat untuk diproses lebih lanjut secara pidana.
Dapatkan juga berita teknologi terbaru hanya di newtechclub.com