JAKARTA, desapenari.id – Anggota Komisi II DPR Ahmad Irawan mendesak pemerintah merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Ketidaksesuaian Tata Ruang, Kawasan Hutan, Izin, dan Hak Atas Tanah. Langkah ini ia ajukan untuk mencegah terulangnya sengketa empat pulau antara Aceh dan Sumatera Utara (Sumut).

Tak hanya itu, Irawan juga mengusulkan perubahan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 141 Tahun 2017 tentang Penegasan Batas Daerah. “PP tentang penyelesaian sengketa wilayah dan Permendagri soal penetapan batas harus direvisi agar kasus seperti ini tidak terulang di masa depan,” tegasnya dalam keterangan tertulis, Senin (16/6/2025).
Ia bahkan menyarankan pemerintah mempertimbangkan revisi undang-undang terkait batas wilayah. “Ke depan, aspek konstitusional harus lebih kuat. Pengaturan batas wilayah sebaiknya ditetapkan melalui undang-undang, bukan sekadar peraturan teknis,” jelas Irawan.
Baca juga Polemik Status 4 Pulau Aceh-Sumut: Pemerintah Belum Putuskan!
Presiden Prabowo Diapresiasi, tapi Pemerintah Diminta Waspada

Di sisi lain, Irawan mengapresiasi langkah Presiden Prabowo Subianto yang turun tangan menyelesaikan sengketa empat pulau tersebut. Menurutnya, intervensi langsung dari presiden bisa mempercepat penyelesaian konflik.
“Sebagai anggota DPR, saya sangat mendukung langkah politik ini. Dengan presiden terlibat, proses penyelesaian akan lebih efektif, kredibel, dan hasilnya bisa diterima semua pihak,” ujarnya.
Namun, Ketua Komisi II DPR Rifqinizamy Karsayuda mengingatkan pemerintah agar berhati-hati dalam menetapkan status keempat pulau yang kini masuk wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumut. Menurutnya, kesalahan kebijakan bisa memicu ketegangan sosial bahkan ancaman disintegrasi.
“Kalau tidak hati-hati, keputusan ini bisa memecah belah masyarakat. Jangan sampai terjadi konflik horizontal hanya karena perbedaan administrasi,” tegas Rifqi kepada Kompas.com, Minggu (15/6/2025).
Sejarah Panjang Aceh dan Ancaman Disintegrasi
Rifqi mengingatkan, Aceh memiliki sejarah sensitif dengan pemerintah pusat, termasuk konflik masa lalu yang sudah berakhir. Ia khawatir, Keputusan Mendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025—yang memasukkan empat pulau Aceh ke Sumut—bisa membuka luka lama.
“Jangan sampai keputusan ini melukai hati rakyat Aceh. Empat pulau ini secara historis milik mereka. Jika tiba-tiba diambil alih Sumut, ini bisa jadi pemicu ketidakpuasan,” jelasnya.
Pada 25 April 2025, Menteri Dalam Negeri secara tegas memutuskan untuk mengalihkan kedaulatan atas Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Besar, dan Pulau Mangkir Kecil dari Aceh ke Kabupaten Tapanuli Tengah. Padahal, masyarakat dan pemerintah Aceh selama puluhan tahun mengakui keempat pulau tersebut sebagai bagian dari provinsi mereka.
Langkah Konkret yang Harus Pemerintah Ambil
- Revisi Regulasi: Pemerintah harus segera memperbaiki aturan batas wilayah untuk menghindari sengketa serupa.
- Pendekatan Dialog: Penyelesaian harus melibatkan musyawarah dengan masyarakat Aceh dan Sumut untuk mencegah konflik.
- Evaluasi Historis: Pertimbangkan fakta sejarah dan budaya sebelum menetapkan keputusan administratif.
- Transparansi Publik: Pemerintah perlu sosialisasi jelas agar tidak menimbulkan salah persepsi.
Sengketa empat pulau ini bukan sekadar masalah administrasi, tapi juga sentimen sejarah dan identitas. DPR mendorong revisi aturan, tetapi juga mengingatkan pemerintah agar tidak gegabah. Jika salah langkah, dampaknya bisa jauh lebih besar dari sekadar sengketa wilayah.
“Kita tidak ingin keputusan hari ini justru memicu masalah baru di masa depan,” pungkas Rifqi.
One thought on “DPR Minta Revisi Aturan Batas Usai Sengketa Aceh-Sumut!”