BANDUNG BARAT, Desapenari.id – Korban Banjir Bandung Tunggu Janji Dedi Mulyadi! Simak Lengkapnya. Puluhan warga korban banjir bandang di bantaran Sungai Cimeta, Kabupaten Bandung Barat (KBB), Jawa Barat, masih menanti bukti nyata dari janji Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi. Padahal, Pemprov Jabar melalui Gubernur Dedi Mulyadi sudah menjanjikan relokasi dan hunian layak kepada mereka setelah bencana menerjang permukiman di Desa Nyalindung, Kecamatan Cipatat, pada Rabu (19/3/2025).

Dedi Mulyadi sempat mendatangi lokasi bencana dan berkomitmen memindahkan warga ke tempat yang lebih aman, jauh dari ancaman banjir yang kerap terjadi saat hujan deras. Namun, hingga kini, janji itu belum juga terealisasi.
“Katanya habis Lebaran (warga) mau direlokasi. Tapi sampai sekarang belum. Waktu itu Pak Dedi sempat datang ke sini.”Kami para korban benar-benar berharap bisa segera pindah. Ibu sangat setuju dengan rencana relokasi ini,” tegas Dede Sumiati (61), salah seorang warga korban banjir yang berhasil kami wawancarai pada Rabu (21/5/2025).
“Tak hanya berjanji, Dedi bahkan mengunggah konten khusus di akun YouTube-nya dengan judul *’Sungai Meluap – 30 Rumah Roboh | KDM dan Bupati Jeje Siapkan Relokasi Warga’*.”Dalam video tersebut, Dedi menegaskan bahwa Pemprov Jabar akan menyediakan hunian baru bagi warga, sementara pemerintah desa bertugas menyiapkan lahan.
“Gubernur Dedi juga menegaskan, pihaknya akan segera memulai proses relokasi dan membangun 25 rumah untuk korban banjir setelah Lebaran.” Sayangnya, tiga bulan sudah berlalu, warga masih terus menunggu tanpa kepastian.
“Ibu tinggal di rumah berdua sama anak. Setiap kali hujan datang, terutama di malam hari, kami langsung beraksi! Saya buru-buru mengemas baju ke dalam kresek dan membereskan semua perabotan. Soalnya ini kalau hujan airnya pasti naik, khawatir masuk lagi ke dalam rumah, jadinya tidur gak nyenyak,” keluh Dede.
Ia pun bercerita tentang pengalaman mengerikan saat banjir bandang menerjang rumahnya. Saat itu, ia sedang menanak nasi di dapur ketika air keruh tiba-tiba membanjiri ruangan. Dalam keadaan panik, ia hanya sempat menyelamatkan surat-surat penting sebelum kabur lewat jendela belakang.
Baca Juga: LPAI Tetap Evaluasi Program Dedi Mulyadi
“Ibu kemarin pas kejadian tanggal 15 Maret lagi sendiri di rumah. Langsung lari lewat belakang ke kebun cuma bawa surat-surat aja. Kami sudah tak bisa menyelamatkan apapun lagi! Lemari-lemari berhamburan jatuh, pintu terlempar pecah berantakan! Tahun kemarin juga banjir, tapi paling parah tahun ini,” jelasnya.
Di sisi lain, Kepala Desa Nyalindung, Oo Suprianta, mengungkapkan bahwa proses relokasi terhambat karena tidak semua warga sepakat pindah. Dari 25 rumah yang dihuni 37 kepala keluarga, hanya 27 KK yang bersedia direlokasi.
“Salah satu syarat relokasi kan surat pernyataan kesiapan dari warga. Ada 27 KK yang siap direlokasi. Sisanya menolak dengan berbagai alasan, seperti nilai sejarah dan lain-lain,” jelas Oo.
Kini, warga berharap pemerintah segera bertindak cepat untuk menyelesaikan masalah ini. Mereka butuh kepastian agar bisa hidup tenang tanpa terus khawatir diterjang banjir setiap musim hujan tiba.
Komunitas ini benar-benar menghadapi situasi yang sulit. Janji relokasi yang belum terealisasi membuat warga terus hidup dalam ketidakpastian. Pengalaman Dede Sumiati sangat menyentuh dan menggambarkan betapa beratnya menghadapi banjir setiap tahun. Proses relokasi yang terhambat karena perbedaan pendapat warga juga menjadi tantangan tersendiri. Apakah ada solusi lain yang bisa dipertimbangkan untuk mempercepat proses ini? Bagaimana dengan warga yang tidak setuju pindah, apakah mereka memiliki alternatif lain untuk melindungi diri dari banjir? Menurut saya, pemerintah perlu lebih tegas dan transparan dalam menangani masalah ini. Warga sudah terlalu lama menunggu dan mereka berhak mendapatkan keamanan yang lebih baik. Apa pendapat Anda tentang langkah-langkah yang bisa diambil untuk memastikan relokasi ini segera terlaksana?