MATARAM, Desapenari.id – Para tokoh adat dan agama di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), kembali menegaskan bahwa Merariq Kodek atau pernikahan anak sama sekali bukan bagian dari adat Suku Sasak. Bahkan, praktik ini justru melanggar awik-awik (aturan adat Sasak) yang telah turun-temurun dijaga.
Lalu Sajim Satriawan, Ketua Majelis Adat Sasak (MAS), dengan tegas menyatakan bahwa pernikahan anak merupakan praktik buruk yang bisa merusak generasi mendatang. “Kami, para tokoh adat, agama, dan akademisi, sepakat bahwa Merariq Kodek bukan budaya Sasak,” tegasnya dalam pertemuan lintas tokoh pada Senin (2/6/2025) di Mataram.
Standar Kesiapan Nikah Zaman Dulu vs Sekarang
Sajim memaparkan, dulu orang tua Sasak punya kriteria jelas sebelum menikahkan anak. Anak laki-laki dianggap siap jika sudah mampu ponggok tenggale (membajak sawah) dan begau (mencari rumput ternak). Sementara anak perempuan harus sudah bisa nyesek (menenun), mongkak (memasak), dan ngome (bekerja di sawah).
“Ini jadi patokan orang tua dulu,” jelas Sajim. “Sayangnya, sekarang banyak yang abai. Mereka menikahkan anak tanpa mempertimbangkan kesiapan fisik dan mental.”
Sasak Harus Maju, Boleh Tradisi Tapi Jangan Ketinggalan Zaman
Menurut Sajim, masyarakat Sasak harus beradaptasi dengan perkembangan zaman. “Kita harus tingkatkan kualitas SDM, bukan malah membiarkan anak-anak menikah dini,” tegasnya.
Secara hukum, sebenarnya sudah ada UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 yang mengatur batas usia nikah. Bahkan, NTB punya Perda Perlindungan Anak yang melarang pernikahan dini. “Tak perlu ragu lagi, ulama dan tokoh agama juga sudah sering mengingatkan: menstruasi bukan tanda siap nikah!” tegasnya.
“Bagaimana mungkin kita biarkan anak melahirkan anak? Ini jelas salah. Usia produktif harus diisi dengan tanggung jawab, bukan pernikahan dini,” tambah Sajim.
MAS tidak bisa bekerja sendirian. Mereka akan menggandeng Dewan Pendidikan Anak (DPA), Dewan Kebudayaan (DK), pesantren, kampus, dan pemerintah untuk menyelesaikan masalah ini. Bahkan, mereka berencana mengundang Komisi V DPRD NTB untuk cari solusi bersama.
Dalam pertemuan itu, semua sepakat: orang tua yang nikahkan anak harus dilaporkan ke polisi! Tujuannya agar ada efek jera dan tidak terulang lagi.
“Saya sebagai Ketua MAS setuju LPA melaporkan pelaku ke polisi. Demo pro-pernikahan anak itu salah besar, dan MAS tidak mendukung!” tegas Sajim.
Selama ini, MAS memang sering menangani kasus pernikahan anak, tapi penyelesaiannya tidak tuntas. Padahal, Unit PPA, Kemenag, hingga kepala dusun sudah ikut turun tangan.
Baca juga: RSUD Majalaya Jelaskan Kasus Kerikil Pasien
Baiq Hazizah Hariantini, akademisi Universitas 45 Mataram, menyarankan agar semua pihak membuat pernyataan bersama bahwa Merariq Kodek bukan adat Sasak. “Ini penting untuk meluruskan anggapan yang salah di masyarakat,” tegasnya.
Sementara Agus Faturahman, tokoh adat Lombok, menekankan bahwa pendidikan adalah kunci mengubah cara pandang masyarakat. “Hanya dengan pendidikan, kita bisa perbaiki adat yang keliru,” ujarnya.
Abdul Latif Apriaman dari Yayasan Pedalangan Wayang Sasak menawarkan solusi literasi berbasis budaya untuk menyadarkan masyarakat.
Pernikahan anak bukan warisan leluhur, melainkan pelanggaran adat. “Kita harus pastikan anak-anak Sasak tumbuh dengan pendidikan yang baik, bukan pernikahan dini!” tegas Sajim.
#StopMerariqKodek #LindungiAnakSasak #BukanAdatKita