Jakarta, Desapenari.id – Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli menekankan bahwa nilai-nilai kearifan lokal harus menjadi pondasi utama dalam menciptakan hubungan industrial yang harmonis di perusahaan. Ia menegaskan, relasi antara manajemen dan pekerja tidak bisa hanya mengandalkan pendekatan administratif semata, melainkan harus diperkuat dengan semangat gotong royong, kekeluargaan, dan musyawarah.

“Hubungan industrial bukan sekadar urusan prosedur. Yang lebih penting adalah bagaimana kita membangun nilai bersama, semangat kolektif, dan komitmen untuk saling mendukung,” tegas Menaker dalam keterangan resmi, Kamis.
Menurutnya, pola pikir yang terlalu teknokratis justru berisiko memperlebar jarak antara manajemen dan pekerja, terutama dalam hal kesejahteraan. Oleh karena itu, ia mendorong agar perusahaan mengedepankan nilai-nilai lokal sebagai perekat hubungan kerja yang adil dan berkelanjutan.
“Ada yang hilang dari strategi pembangunan kita selama ini, yaitu kearifan lokal. Padahal, inilah yang seharusnya menjadi pengikat kita sebagai bangsa—nilai gotong royong, kekeluargaan, dan musyawarah. Ini bukan retorika, tapi identitas kita,” jelas Yassierli.
Kepedulian Sosial: Bonus Lebaran untuk Kurir Online

Lebih lanjut, Menaker memberi contoh konkret tentang pentingnya kepedulian sosial di dunia kerja. Ia tak kenal lelah mendesak perusahaan aplikasi (aplikator) untuk memberikan Bonus Hari Raya (BHR) bagi pengemudi dan kurir online, meski pemerintah belum mewajibkannya secara regulasi.
“Ini bukan soal regulasi, tapi empati. Saya sendiri memberi THR ke asisten rumah tangga bukan karena diwajibkan, tapi karena saya menghargai kerja keras mereka,” ujarnya.
Di akhir paparannya, Menaker mengajak seluruh pelaku industri untuk menyelaraskan visi dalam membangun bangsa. Ia menegaskan bahwa tujuan perusahaan harus sejalan dengan kepentingan pekerja, dengan semangat kolaborasi yang adil dan harmonis.
“Visi manajemen dan pekerja harus satu: berkontribusi nyata bagi kemajuan bangsa melalui hubungan industrial yang saling menghargai. Inilah esensi gotong royong yang harus kita hidupkan,” pungkas Yassierli.
Baca juga Ketua DPR: Putusan MK Akan Disikapi Bersama Oleh Parpol!
Para pakar menilai bahwa pendekatan berbasis kearifan lokal mampu mengurangi gesekan di tempat kerja karena pendekatan ini mengedepankan dialog dan solusi bersama. Berbeda dengan sistem yang terlalu kaku, model kekeluargaan justru menciptakan loyalitas dan produktivitas berkelanjutan.
Sejumlah perusahaan mulai mengadopsi prinsip ini dengan menerapkan program kesejahteraan berbasis kebutuhan pekerja. Beberapa perusahaan bahkan memberikan bantuan pendidikan untuk anak karyawan dan menyediakan fasilitas kesehatan tambahan sebagai bentuk investasi jangka panjang.
Meski begitu, tidak semua perusahaan mudah mengimplementasikannya. Kedua belah pihak harus berkomitmen kuat agar nilai-nilai lokal tidak hanya menjadi wacana, tetapi benar-benar mereka terapkan dalam budaya kerja sehari-hari.
Dengan mengembalikan prinsip gotong royong dan musyawarah, hubungan industrial di Indonesia bisa lebih manusiawi dan berkeadilan. Seperti disampaikan Menaker, “Yang kita butuhkan bukan hanya aturan, tapi hati untuk membangun bersama.”