JAKARTA, Desapenari.id – Jakarta, kota metropolitan yang dialiri oleh 13 sungai besar dan 76 anak sungai, ternyata sama sekali tidak memiliki sumber air bersih yang layak dijadikan air minum! Alih-alih memanfaatkan kekayaan alamnya, justru semua sungai tersebut telah tercemar limbah secara masif. Akibatnya, kebutuhan air baku bagi jutaan warga Ibu Kota hampir sepenuhnya bergantung pada pasokan dari luar daerah. Kondisi ini tentu menjadi tamparan keras, terlebih lagi air merupakan kebutuhan paling fundamental bagi kelangsungan hidup masyarakat Jakarta. Di tengah keterpurukan ini, PAM Jaya justru sedang berpacu dengan target ambisius untuk mencapai layanan 100% pada 2029, meskipun jalan yang harus dilalui penuh dengan ranjau dan tantangan berat.

Selanjutnya, fakta yang terungkap justru semakin memperlihatkan betapa rentannya Jakarta. Berdasarkan penuturan Direktur Utama PAM Jaya, Arief Nasrudin, sebanyak 95 persen air baku Jakarta masih harus didatangkan dari luar daerah. Selain itu, salah satu harapan terbesarnya tertumpu pada pembangunan Bendungan Karian di Banten. Arief sendiri mengakui bahwa ketergantungan yang sedemikian tinggi ini sangatlah berisiko bagi stabilitas pasokan air warga Jakarta. Terlebih lagi, pembangunan Bendungan Karian yang dinanti-nanti itu belum juga rampung sepenuhnya. “Saya akui, Bendungan Karian belum bisa berikan kontribusinya, saya agak dagdigdug juga. Namun, kemarin Pak Gubernur (Pramono Anung) bilang, ‘Rif, jangan bergantung dengan satu sumber,'” ujar Arief dengan jujur dalam forum Balkoters Talk di Balai Kota Jakarta, Jumat (19/9/2025).

Sementara itu, cakupan layanan air perpipaan saat ini masih sangat timpang, baru menyentuh angka 74,24 persen dengan lebih dari satu juta pelanggan. Oleh karena itu, PAM Jaya menargetkan bisa melayani seluruh warga dengan jumlah pelanggan menembus lebih dari 2 juta pada 2029. Akan tetapi, perjalanan untuk mewujudkan impian ini tidaklah mudah karena 70 persen jaringan pipa yang ada sudah berusia uzur, antara 25-40 tahun. Belum lagi, banyak dari pipa-pipa tua ini yang rawan bocor, sehingga kerugian yang diderita ditaksir bisa mencapai Rp 1 triliun per tahun! Untuk mengatasi masalah kritis ini, PAM Jaya pun menyiapkan strategi besar dengan membangun empat instalasi pengolahan air baru di Semanan, Muara Karang, Condet, dan Kanal Banjir Barat 2, serta meluncurkan teknologi penyaring mutakhir agar kualitas air yang melalui pipa tua tetap layak minum. “Pesan Pak Gubernur sangat jelas, jangan bergantung pada satu sumber. Kami pun terus mencari alternatif, bahkan hingga ke Banten,” tegas dia.

Di sisi lain, Staf Khusus Gubernur Jakarta Firdaus Ali dengan tegas menyoroti paradoks memilukan ini. Menurutnya, Jakarta dengan 13 sungai dan 76 anak sungainya, sama sekali tidak bisa diandalkan sebagai sumber air baku. “Faktanya, tak satu pun yang layak jadi air baku. Semuanya sudah tercemar limbah,” ujar Firdaus tegas pada Jumat lalu. Tak hanya itu, Firdaus juga mengungkapkan sebuah data mencengangkan: cakupan layanan air perpipaan di Jakarta sebenarnya masih di bawah 50 persen! Parahnya lagi, masalah kebocoran air atau non-revenue water (NRW) mencapai level yang sangat memprihatinkan, yaitu 45-47 persen. Angka NRW yang fantastis ini termasuk salah satu yang terburuk di dunia untuk kota berpenduduk lebih dari lima juta jiwa.

Lebih lanjut, Firdaus membeberkan fakta yang semakin mengkhawatirkan. Ternyata, lebih dari 80 persen pasokan air Jakarta masih bertumpu pada Waduk Jatiluhur yang dialirkan melalui Kanal Tarum Barat (Kalimalang). Artinya, jika satu jalur vital ini mengalami gangguan, maka suplai air untuk 81 persen warga Ibu Kota akan terhenti seketika. “Ini jelas merupakan ancaman serius bagi keamanan layanan air Ibu Kota,” kata dia dengan nada prihatin.

Menyikapi masalah multidimensi ini, Wakil Ketua DPRD Jakarta, Basri Baco, menilai langkah pemerintah untuk mengambil alih pengelolaan air dari swasta kembali ke PAM Jaya adalah keputusan yang sangat tepat. Pasalnya, selama 25 tahun dikelola oleh swasta (Palyja dan Aetra), perkembangan layanan air tak pernah menunjukkan perbaikan yang signifikan. “PAM Jaya hari ini adalah hasil dari kebijakan dan keputusan bersama antara eksekutif dengan legislatif. Nyatanya, selama 25 tahun Palyja dan Aerta ternyata tidak membuat PAM Jaya menjadi lebih baik,” ungkap Basri Baco. Selanjutnya, ia mendorong agar PAM Jaya kini dikelola secara profesional, penuh integritas, dan berorientasi pada pelayanan publik, sekaligus mampu memberi kontribusi bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD). Namun begitu, ia juga mengingatkan agar aspek keadilan sosial tidak boleh terabaikan. “Perlu diingat, masih banyak warga miskin yang harus berjuang sangat keras hanya untuk mendapatkan air bersih layak pakai. Itulah yang harus menjadi prioritas utama kita,” tegas Basri.

Sejak pengambilalihan pengelolaan dari swasta pada 2023, PAM Jaya telah menunjukkan progres yang menggembirakan. Berdasarkan data yang diungkapkan Arief, mereka telah berhasil menambah 124 ribu sambungan rumah tangga baru. Kedepannya, Arief menargetkan pembangunan empat instalasi pengolahan air baru di Condet, Muara Karang, Semanan, dan Kanal Banjir Barat 2 dapat segera direalisasikan. Ia juga berharap masyarakat mau beralih ke air perpipaan. “Harus diakui, air perpipaan PAM hanya Rp 1 per liter, sangat murah dibandingkan air kemasan. Kami ingin masyarakat semakin percaya dan beralih,” pungkas Arief penuh harap.

Dapatkan juga berita teknologi terbaru hanya di newtechclub.com