JAKARTA, desapenari.com – Riset CORE Indonesia ungkap mayoritas pengguna pinjol memakai dana untuk usaha, baik kebutuhan produktif maupun konsumtif.
Dalam studi yang melibatkan ribuan responden dari seluruh Indonesia, 67 persen pengguna menyatakan memakai dana untuk keperluan usaha.
Sementara 32 persen lainnya menggunakan pinjaman untuk kebutuhan sehari-hari, seperti pendidikan, kesehatan, dan rumah tangga. Penggunaan untuk kebutuhan tersier relatif kecil.
Founder CORE Indonesia Hendri Saparini menjelaskan, temuan ini menunjukkan layanan pinjol menjawab kebutuhan masyarakat bukan hanya untuk memperluas usaha, tapi juga sebagai penyangga saat tekanan ekonomi terjadi.
Hendri menyatakan, Minggu (15/6/2025), bahwa Pindar terbukti meningkatkan kondisi ekonomi rumah tangga, khususnya bagi pengguna dengan tujuan jelas dan perencanaan matang.
Ia menambahkan, 51 persen peminjam mengalami peningkatan pendapatan dan kemampuan mencukupi kebutuhan harian setelah memakai layanan ini.
Nasabah Jiwasraya Laporkan Dana Rp174 Miliar
Sementara itu, Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Agusman menekankan pentingnya prinsip kehati-hatian dalam industri pembiayaan digital.
“Kita perlu membangun industri pembiayaan digital yang bertanggung jawab. Di satu sisi, layanan pindar memberikan alternatif pembiayaan yang inklusif. Namun di sisi lain, literasi keuangan, mitigasi risiko gagal bayar, dan penanganan pinjol ilegal tetap menjadi pekerjaan rumah bersama,” ujar Agusman.
Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Entjik S. Djafar menyatakan komitmen asosiasi dalam mendukung pembiayaan yang bertanggung jawab.
“Industri Pindar memiliki mandat untuk menjembatani kebutuhan masyarakat yang belum terlayani lembaga keuangan formal baik yang ingin mengembangkan usaha maupun yang membutuhkan pembiayaan multiguna yang rasional dan mendesak. Oleh karena itu, penting bagi kami untuk memastikan bahwa akses pinjaman diberikan secara transparan, beretika, dan sesuai dengan kapasitas bayar,” ucap Entjik.
Riset CORE melibatkan 1.429 responden borrower dan 675 non-borrower dari 34 provinsi. Responden berusia 18–65 tahun serta memiliki akses internet dan ponsel pintar.
Temuan lain menunjukkan hanya 25 persen peminjam merasa khawatir tidak bisa membayar cicilan. Kekhawatiran paling tinggi muncul dari kelompok berpendapatan di bawah Rp3 juta per bulan.
Riset ini menyoroti pentingnya literasi dan perencanaan keuangan untuk memaksimalkan manfaat layanan pindar. Masyarakat merasakan langsung manfaat ekonomi melalui peningkatan produksi, ragam usaha baru, serta dukungan biaya pendidikan dan kesehatan.