desapenari.id, JAKARTA — Bahlil Ancam Cabut Wilayah Tambang PTBA. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), menegaskan bahwa PT Bukit Asam Tbk (PTBA) wajib memenuhi komitmennya menggarap proyek gasifikasi batu bara menjadi dimethyl ether (DME). Bahkan, dia tidak segan mengancam akan mencabut sebagian wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) PTBA jika perusahaan tersebut mengabaikan proyek ini.
Bahlil menegaskan bahwa Kementerian ESDM segera akan memberikan penugasan resmi kepada PTBA untuk memastikan proyek DME berjalan sesuai rencana. Meskipun PTBA telah mengusulkan alternatif hilirisasi lain—seperti gas sintetis, grafit sintetis, dan asam humat—Bahlil bersikukuh bahwa proyek DME harus tetap diprioritaskan.
Bahlil Ancam Cabut Wilayah Tambang PTBA
“Kami akan berikan tugas formal untuk melaksanakan proyek DME. Jika PTBA menolak, kami tidak ragu untuk mengambil alih sebagian wilayah tambang mereka,” tegas Bahlil di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (8/5/2025).
Sebelumnya, PTBA sebenarnya telah mendapat mandat dari pemerintah era Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menggarap proyek DME.
Bahlil, yang juga mantan Ketua Umum HIPMI, menjelaskan bahwa pemerintah sepenuhnya menentukan arah hilirisasi batu bara melalui Satgas Hilirisasi dan Ketahanan Energi serta Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM. Dengan demikian, PTBA harus mengikuti kebijakan yang telah ditetapkan.
Kendala Biaya dan Risiko Subsidi Membengkak
Di sisi lain, proyek DME menghadapi sejumlah tantangan, terutama terkait biaya produksi. ECEC, salah satu pihak yang terlibat, mengusulkan processing service fee (PSF) indikatif sebesar US412–US412–US488 per ton. Angka ini jauh lebih tinggi dari ekspektasi Kementerian ESDM yang hanya mengusulkan US$310 per ton.
Kondisi ini memicu kekhawatiran bahwa DME tidak akan kompetitif sebagai pengganti LPG.
Beban Subsidi DME Lebih Tinggi daripada LPG
Direktur Utama PTBA, Arsal Ismail, membandingkan potensi subsidi DME dan LPG. Jika harga patokan DME mencapai US911perton∗∗,pemerintahperlumenyiapkansubsidi∗∗US911perton∗∗,pemerintahperlumenyiapkansubsidi∗∗US710 per ton atau setara Rp123 triliun per tahun.
Baca Juga: Pertempuran Udara India – Pakistan
Meski pemerintah menggadang-gadang DME sebagai solusi ketahanan energi, tingginya biaya produksi dan risiko subsidi memunculkan keraguan atas kelayakannya. Bahlil Lahadalia, Menteri Investasi sekaligus mantan Ketua HIPMI, menegaskan bahwa PTBA harus mematuhi kebijakan hilirisasi batu bara, terlepas dari tantangan teknis dan finansial.
Sementara itu, PTBA terus mencari solusi, baik melalui alternatif hilirisasi lain maupun efisiensi biaya. Namun, ancaman pencabutan WIUP (Wilayah Izin Usaha Pertambangan) oleh Kementerian ESDM memaksa perusahaan berhati-hati dalam mengambil keputusan.
Baca Juga: Bill Gates Akan Kunjungi Indonesia
Pemerintah terus mendorong percepatan hilirisasi batu bara, tetapi risiko ekonomi yang besar bisa menjadi bumerang jika tidak dikelola dengan tepat. Tanpa penyesuaian kebijakan atau insentif tambahan, proyek DME berpotensi membebani APBN dan tidak kompetitif di pasar energi.