Preman Residivis Cabuli Anak Angkat Selama 4 Tahun, Polres Blitar Ungkap Modus Keji
Blitar, Desapenari.id – Preman Residivis Cabuli Anak. Satreskrim Polres Blitar mengamankan ES alias Pentol (48), preman residivis kasus penganiayaan yang diduga mencabuli anak angkatnya sendiri, NM (14), sejak korban berusia 10 tahun. Pelaku yang memiliki 14 catatan kriminal ini kini menghadapi ancaman hukuman 15 tahun penjara plus pemberatan sepertiga hukuman sebagai wali korban.
Kronologi Kejahatan yang Menggemparkan
Kapolres Blitar AKBP Arif Fazlurrahman mengungkapkan, kasus ini terbongkar setelah NM melarikan diri dari rumah pada 16 Maret 2025 akibat dianiaya Pentol. “Korban mengalami penganiayaan dengan linggis dan sapu lidi karena keluar rumah tanpa izin,” jelas Arif dalam konferensi pers, Selasa (6/5).
Setelah itu, penyelidikan mendalam mengungkap fakta lebih keji:
- Awal Pelecehan: Dimulai 2021 saat NM pertama kali menstruasi
- Frekuensi: Terjadi berkali-kali selama 4 tahun terakhir
- Aksi Terakhir: 15 Maret 2025, sehari sebelum penganiayaan
Modus dan Motif Pelaku
Pentol mengaku berniat menikahi korban, namun polisi masih mendalami:
✓ Kondisi Rumah Tangga: Hanya berdua dengan korban sebagai duda
✓ Tekanan Lingkungan: Warga takut melapor karena reputasi preman pelaku
Proses Hukum dan Sanksi
Polisi menjerat Pentol dengan:
- Pasal 80 & 81 UU Perlindungan Anak: Ancaman 15 tahun penjara
- Pemberatan Hukuman: Sepertiga tambahan sebagai orangtua/wali
- Titik Terang Kasus:
- Pengakuan pelaku
- Keterangan korban
- Bukti medis
“Kami akan mengawal proses hukum hingga tuntas,” tegas Kapolres.
Dampak pada Korban
NM kini menjalani:
✓ Rehabilitasi Medis: Luka fisik dan trauma
✓ Pendampingan Psikologis: Oleh tim PPA Polres Blitar
Analisis Psikologis Pelaku
Dra. Psikolog Forensik UGM, Sinta Nuriyah:
- Profil Pelaku:
- Siklus kekerasan antar-generasi
- Gangguan kontrol impuls
- Penyimpangan seksual
- Rekomendasi:
✓ Assesment psikiatri wajib
✓ Terapi perilaku kognitif intensif
Data Kekerasan pada Anak di Blitar
Berdasarkan catatan DP3AKB:
- 2024: 23 kasus kekerasan anak
- Jenis Dominan:
- Fisik (45%)
- Seksual (35%)
- Psikis (20%)
Peringatan untuk Masyarakat
- Waspada: Ciri-ciri pelecehan pada anak
- Berani Melapor: Ke PPA atau polisi
- Buka Mata: Lingkungan sekitar
Kesimpulan
Pertama-tama, kasus ini membuka mata kita tentang bahaya laten kekerasan dalam pengasuhan. Tak hanya itu, siklus residivisme pelaku menunjukkan kegagalan sistem pemidanaan. Alhasil, diperlukan reformasi hukum yang lebih progresif.
Di satu sisi, korban butuh perlindungan maksimal. Namun di sisi lain, masyarakat sekitar juga harus bertanggung jawab. Sebagai contoh, warga yang mengetahui tapi takut melapor turut berkontribusi pada panjangnya siklus kekerasan.
Selanjutnya, proses hukum harus menjadi pembelajaran. Lebih jauh, kasus ini harus memicu evaluasi sistem pengangkatan anak. Misalnya, perlu pengawasan ketat terhadap calon orangtua angkat.
Sementara itu, trauma korban akan bertahan lama. Yang terpenting, pendampingan psikologis harus berkelanjutan. Dengan demikian, NM bisa pulih dan memiliki masa depan.
Pada akhirnya, pencegahan adalah kunci utama. Artinya, pendidikan seks sejak dini, dan penguatan sistem pelaporan harus digencarkan. Singkatnya, tidak ada lagi anak yang boleh menderita dalam keheningan.